Tunarungu
A. Pengertian Tunarungu
Istilah tunarungu diambil dari kata ‘tuna’
dan ‘rungu’, tuna artinya kurang dan rungu artinya pendengaran. Jadi, tunarungu adalah anak yang kehilangan
seluruh atau sebagian daya pendengarannya sehingga tidak atau kurang mampu
berkomunikasi secara verbal dan walaupun telah diberikan pertolongan dengan
alat bantu dengar masih tetap memerlukan layanan pendidikan khusus.
Tunarungu satu istilah umum yang menunjukkan
ketidakmampuan mendengar dari yang ringan sampai yang berat sekali yang
digolongkan kepada tuli (deaf) dan kurang dengar (a hard of hearing).
Orang yang tuli (a deaf person)
adalah seseorang yang mengalami ketidakmampuan mendenar sehingga mengalami
hambatan didalam memproses informasi bahasa melalui pendengarannya dengan atau
tanpa menggunakan alat bantu dengar (hearing aid), sedangkan yang kurang
dengar (a hard of hearing person) adalah sesorang yang biasanya dengan
menggunakan alat bantu dengar, sisa pendengarannya cukuup memungkinkan untuk
keberhasilan memproses informasi bahasa melalui pendengarannya, artinya apabila
orang yang kurang dengar tersebut menggunakan hearing aid, ia
masih dapat menangkap pembicaraan melalui pendengarannya.
B. Penyebab
Terjadinya Tunarungu
Penyebab terjadi tunarungu
tipe konduktif, diantaranya:
1.
Kerusakan/gangguan yang
terjadi pada telinga luar, seperti tidak terbentuknya
lubang telinga bagian luar yang dibawa sejak lahir dan terjadinya peradangan
pada lubang telinga luar.
2.
Kerusakan/gangguan yang
terjadi pada telinga tengah, seperti ruda paksa (terjadinya
tekanan/benturan yang keras karena jatuh, tabrakan, tertusuk, dsb yang
menyebabkan membran timfani dan lepasnya rangkaian tulang pendengaran), terjadi
peradangan/infeksi pada telinga tengah (otitis
media), otosclerosis, tympanisclerosis, tidak terbentuknya tulang
pendengaran sejak lahir (anomali
congenital), serta saluran yang menghubungkan rongga telinga tengah dengan
rongga mulut terkena tumor atau alergi.
Penyebab
terjadinya tunarungu tipe sensorincural, yaitu:
1.
Ketunarunguan yang
disebabkan oleh factor genetic (keturunan), maksudnya bahwa keturunan tersebut
disebabkan oleh gen ketunarunguan yang menurun dari orang tua kepada anak.
2.
Penyebab non genetic,
seperti penyakit Rubella campak Jerman,
ketidaksamaan antara Rh ibu dan anak
(Rh+ dan Rh-), meningitis (radang selaput otak), serta trouma akustik.
Selain itu, penyebab
terjadinya tunarungu adalah:
1.
Faktor internal diri anak,
seperti faktor keturunan dan penyakit campak.
2.
Faktor eksternal diri anak,
seperti bagaimana fonem atau bunyi bahasa yang telah dirangkai dalam bentuk
kata menjadi bermakna sehingga pelaku komunikasi (penyampaian dan penerima
pesan) dapat memahaminya serta bagaimana kalimat yang tersusun secara efektif
dan efisien bagi pemakai bahasa.
C. Klasifikasi Ketunarungu
Berdasarkan tingkat
kehilangan pendengaran yang diperoleh melalui tes dengan menggunakan audiometer
ketunarunguan dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1.
Tunarungu ringan (mild
hearing loss)
2.
Tunarungu sedang (moderate
hearing loss)
3.
Tunarungu agak berat (moderately
csevere hearing loss)
4.
Tunarungu berat (severe
hearing loss)
5.
Tunarungu berat sekali (profound
hearing loss).
Berdasarkan saat terjadinya
ketunarunguan dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1.
Ketunarunguan prabahasa (prelingual
deafness), yaitu kehilangan pendengaran yang terjadi sebelum kemampuan bicara
da bahsa berkembang.
2.
Ketunarunguan pascabahasa
(post lingual deafness), yaitu kehilangan pendengaran yang terjadi beberapa
tahun setelah kemampuan bicara dan bahasa berkembang.
Berdasarkan
letak gangguan pendengaran secara anatomis, ketunarunguan dapat diklasifasikan
sebagai berikut:
1.
Tunarungu tipe konduktif,
yaitu kehilangan pendengaran yang disebabkan oleh terjadinya kerusakan pada
telinga bagian luar dan tengah, yang berfungsi sebagai alat konduksi atau
pengantar getaran suara menuju telinga bagian dalam.
2.
Tunarungu tipe
sensorineural, yaitu tunarungu yang disebabkan oleh terjadinya kerusakan pada
telinga dalam serta saraf pendengaran (nervus chochlearis).
3.
Tunarungu tipe campuran,
yaitu merupakan gabungan tipe konduktif dan sensorineural, artinya kerusakan
terjadi pada telinga luar/tengah dengan telinga dalam/saraf pendengaran.
Berdasarkan etiologi atau
asal usul ketunarunguan diklasifikasikan sebagai berikut.
1.
Tunarungu endogen, yaitu
tunarungu yang disebabkan oleh faktor genetik (keturunan)
2.
Tunarungu eksogen, yaitu
tunarungu yang disebabkan oleh factor nongenetik (bukan keturunan).
Klasifikasi anak tunarungu menurut
Samuel A. Kirk:
1.
0 db : menunjukan
pendengaran yang optimal
2.
0 – 26 db : menunjukan
seseorang masih mempunyai pendengaran yang optimal
3.
27 – 40 db : mempunyai
kesulitan mendengar bunyi-bunyi yang jauh, membutuhkan tempat duduk yang
strategis letaknya dan memerlukan terapi bicara (tergolong tunarungu ringan)
4.
41 – 55 db : mengerti
bahasa percakapan, tidak dapat mengikuti diskusi kelas, membutuhkan alat bantu
dengar dan terapi bicara (tergolong tunarungu sedang)
5.
56 – 70 db : hanya bisa
mendengar suara dari jarak yang dekat, masih punya sisa pendengaran untuk
belajar bahasa dan bicara dengan menggunakan alat Bantu dengar serta dengan
cara yang khusus (tergolong tunarungu berat)
6.
71 – 90 db : hanya bisa
mendengar bunyi yang sangat dekat, kadang – kadang dianggap tuli, membutuhkan
pendidikan khusus yang intensif, membutuhkan alat Bantu dengar dan latihan
bicara secara khusu (tergolong tunarungu berat)
7.
91 db : mungkin sadar
akan adanya bunyi atau suara dan getaran, banyak bergantung pada penglihatan
dari pada pendengaran untuki proses menerima informasi dan yang bersangkutan
diangap tuli (tergolong tunarungu berat sekali).
D. Karakteristik Anak Tunarungu
Ada
beberapa perbedaan karakteristik anatara anak tunarungu dengan anak normal. Hal
ini disebabkan keadaan mereka yang sedemikian rupa sehingga mempunmyai karakter
yang khas yang menyebabkan anak tunarungu mendapatkan kesulitan untuk dapat
beradaptasi dengan lingkungannya, sehingga mereka perlu mendapat pembinaan yang
khusus untuk mengatasi masalah ketunarunguan.
Karakteristik
yang khas dari anak tunarungu adalah sebagai berikut:
1. Fisik
Jika
dibandingkan dengan kecacatan lain nampak jelas dalam arti tidak terdapat
kelainan. Tetapi bila diperhatiakan lebih teliti mereka mempunyai karakteristik
seperti yang dikemukakan oleh Tati Hernawati (1990 : 1) sebagai berikut :
a.
Cara berjalan kaku dan agak membungkuk hal ini terjadi pada anak
tunarungu yang mempunyai kelainan atau kerusakan pada alat keseimbangannya.
b.
Gerakan mata cepat yang
menunujukan bahwa ia ingin menguasai lingkungan sekitarnya.
c.
Gerakan kaki dan tangan yang
cepat.
d.
Pernapasan yang pendek dan agak
terganggu. Kelainan pernapasan terjadi karena tidak terlatih terutama pada masa meraban yanmg merupakan masa
perkembangan bahasa.
2. Akademik
Anak tunarungu mempunyai ciri-ciri dalam
bidanf akademik, diantaranya yaitu:
a.
Intelegensi sama dengan
anak normal.
b.
Sering ditemui prestasi
akademik lebih rendah dibandingkan denmgan anak mendengar seusianya.
c.
Pengembangan kecerdasan
dipengaruhi oleh kemampuan berbahasa (ATR terlambat bahasanya).
d.
ATR yang masih
mendengar : bisa mengoceh
e.
ATR yang tidak mendengar : menggunakan isyarat
/kesulitan berkomunikasi secara verbal.
f.
Kesulitan komunikasi :
terjadi karena kosa kata terbatas.
g.
Sulit mengartikan
ungkapan-ungkapan bahasa yang mengandung kiasan, sulit mengartikan katakata
abstrak, kurang menguasai irama dan
gaya bahasa. Oleh karena itu
pelajarannya harus berbasis bahasa.
3. Kepribadian dan Emosi
Beberapa sifat yang
terjadi pada anak tunarungu akibat dari kekurangannya, diantaranya yaitu:
a.
Sifat
egosentris yang lebih besar daripada anak normal, dunia penghayatan mereka
lebih sempit maka akan lebih terarah pada dirinya sendiri.
b.
Mempunyai perasaan takut akan hidup.
c.
Sikap ketergantungan kepada orang lain.
d.
Perhatian yang sukar di alihkan.
e.
Kemiskinan dalam bidang fantasi.
f.
Sifat yang polos, sederhana tanpa banyak problem.
g.
Mereka dalam keadaan ekstrim tanpa banyak nuansa.
h.
Lekas marah dan cepat tersinggung.
i.
Kurang mempunyai konsep tentang relasi atau hubungan.
4. Sosial
Karakteristik anak tunarungu dalam
bidang social, diantaranya yaitu:
a.
Pergaulan yang terbatas
pada sesama tunarungu.
b.
Perasaan takut
(khawatir) terhadap lingkungan luar.
c.
Perhatian mereka sukar
dialihkan bila sudah menyenangi sesuatu benda atau pekerjaan tertentu.
E. Proses Pembelajaran Bagi Anak Tunarungu
Strategi pembelajaran anak tunarungu,
yaitu:
1. Strategi
individualisasi
Strategi individualisasi
merupakan strategi pembelajaran dengan mempergunakan suatu program yang
disesuaikan dengan perbedaan individu baik karakteristik, kebutuhan maupun
kemampuan secara perseorangan.
2. Strategi
kooperatif
Strategi kooperatif merupakan strategi pembelajaran yang
menekankan unsur gotong royong atau saling membantu satu sama lain dalam
mencapai tujuan pembelajaran. Menurut Johnson, D.W. & Johnson (1984:10)
dalam strategi pembelajaran kooperatif terdapat empat elemendasar yaitu :
a.
Saling ketergantungan positif
b.
Interaksi tatap muka antarsiswa
sehingga mereka dapat berdialog dengan sesama lain.
c.
Akuntabilitas individual.
d.
Keterampilan menjalin hubungan interpersonal.
3. Strategi modifikasi perilaku
Strategi modifikasi perilaku merupakan suatu bentuk strategi
pembelajaran yang bertolak dari pendekatan behavioral (behavioral
approach).strategi ini bertujuan untuk mengubah perilaku siswa ke arah yang
lebih positif melalui conditioning (pengondisian) dan membantunya agar lebih
produktif sehingga menjadi individu yang mandiri.
Media pembelajaran
untuk anak tuna rungu adalah:
a.
Media Visual (Media
yang Utama), seperti gambar, grafik, bagan, diagram, objek nyata, dan
sesuatu benda (misalnya mata uang,
tumbuhan), objek tiruan dari objek
benda, slides.
b.
Media audio, seperti
program kaset untuk latihan pendengaran
misalnya membedakan suara binatang.
c.
Media audio visual
seperti televisi (bagi yang masish memiliki sisa pendengaran dan atau
menggunakan alat bantu dengar (hearinh aid).
Keterbatasan utama ATR yaitu
terlambatnya kemampuan berbicara dan berbahasa. Dalam proses pembelajaran, guru
perlu memahami metode komunikasi yang dapat dimengerti oleh anak tunarungu,
adalah:
a. Metode Oral
Metode oral adalah metode dengan melalui
bahasa lisan. Tahapan-tahapan pada metode oral yaitu:
1)
Pembentukan dan latihan
bicara (speech building & speech trainning)
2)
Memahami ujaran (speech
reading)
3)
Latihan pendengaran (hear
trainning)
b. Metode Membaca Ujaran
Metode ini memanfaatkan penglihatannnya
untuk memahami pembicaraan orang lain melalui gerak bibir dan mimik si pembaca
yaitu dengan cara berhadapan muka dengan lawan bicara. Kelemahannya metode ini
adalah tidak semua pengucapan bunyi bahasa oleh organ ortikulasi dapat terlihat
oleh lawan bicaranya, misalnya bilabial (p, b, m) dan dental (t, d, n).
c. Metode Manual (isyarat)
Metode manual merupakan metode yang menggunakan
bahasa isyarat dan ejaan jari (fingger
spening).
d. Komunikasi Total
Komunikasi
total merupakan metode yang menerapkan berbagai metode-metode dan media
komunikasi seperti sistem isyarat ejaan jari, bicara, membaca ujaran,
amplifikasi 9 pengerasan suara dengan menggunakan alat bantu dengar, menggambar,
menulis, serta pemanfaatan sisa pendengaran sesuai dengan kebutuhan dan
kemampuan tunarungu secara perorangan.
Ditinjau dari segi jenisnya, layanan
pendidikan bagi anak tunarungu meliputi :
a.
Layanan umum
Layanan umum
merupakan layanan pendidikan yang biasa diberikan kepada anak mendengar/
normal, yang meliputi layanan akademik, latihan, dan bimbingan. Layanan
akademik bagi anak tuna rungu pada dasarnya sama dengan layanan akademik bagi
anak mendengar, yaitu mencakup mata-mata pelajaran yang biasa diberikan di SD
biasa, tetapi terdapat hal-hal yang perlu diperhatikan berkaitan
dengan ciri khas layanan bagi anak tunarungu akan dijelaskan pada
uraian selanjutnya. Demikian juga dalam latihan dan bimbingan. Layanan
bimbingan terutama diperlukan dalam mengatasi dampak kelainan terhadap aspek
psikologisnya, serta pengembangan sosialisasi siswa.
b. Layanan
khusus
Layanan
khusus pada anak tunarungu bertujuan untuk mengurangi dampak ketunarunguan atau
melatih kemampuan yang masih ada, yang meliputi layanan bina bicara serta
layanan bina persepsi bunyi dan irama.
1)
Layanan bina bicara, merupakan upaya untuk
meningkatkan kemampuan anak tunarungu dalam mengucapkan bunyi-bunyi bahasa
dalam rangkaian kata-kata, agar dapat dimengerti atau diinterpretasikan oleh
orang yang mengajak/ diajak bicara. Latihan bina bicara disebut juga dengan
latihan artikulasi.
2)
Layanan bina persepsi bunyi dan irama, merupakan layanan
untuk melatih kepekaan terhadap bunyi dan irama melalui sisa-sisa pendengaran
atau merasakan vibrasi (getaran bunyi) bagi siswa yang hanya memiliki sedikit
sekali sisa pendengaran. Dalam layanan ini, siswa dilatih untuk
membedakan antara bunyi yang panjang dan yang pendek, bunyi yang keras dan
lembut, kata dengan kalimat, kalimat panjang dan pendek, membedakan bunyi dua
macam alat (alat music, seperti tambur dan gong) serta membedakan
bunyi dengan berbagai irama 2/4, 3/4, 4/4.
Ada
beberapa ciri khas layanan yang perlu diperhatikan, agar kegiatan belajar
mengajar berjalan dengan efektif. Ciri khas layanan tersebut antara lain:
a.
Dalam berbicara jangan
membelakangi anak.
b.
Anak hendaknya duduk
dan berada di tengah paling depan kelas sehingga memiliki peluang untuk membaca
bibir guru.
c.
Bila telinga hanya satu
yang tunarungu, tempatkan anak sehingga telinga yang baik berada dekat dengan
guru.
d.
Perhatikan posture
anak, sering anak menggelengkan kepala untuk mendengar.
e.
Dorong anak untuk
selalu memperhatikan wajah guru, dan
berbicaralah dengan anak dengan posisi berhadapan dan bila memungkinkan kepala
guru sejajar dengan kepala anak.
f.
Berbicara dengan volume
suara biasa/tidak terlalu cepat tetapi gaeakan bibirnya harus jelas.
g.
Materi pelajaran yang
bersifat verbal seperti IPS dan PKN perlu dimodifikasikan atau disederhanakan
dengan bahasa yang dapat dipahami siswa
tunarungu.
h.
Anak tunarungu dikenal
sebagai anak yang miskin kosa kata, oleh
karena itu harus sering memberikan tambahan kosakata. Guru harus
memastikan bahwa anak tunarungu memahami
dengan benar kata-kata atau istilah yang digunakan.
i.
Hindari menggunakan
metode ceramah secara berlebihan, akan tetapi lebih banyak menggunakan metode
yang bersifat visual seperti demontrasi, bermainperan, dan sebagainya.
Tempat/sistem
layanan untuk anak tunarungu, yaitu:
a. Tempat khusus/sistem
segregasi
Sistem pendidikan segregasi adalah sistem pendidikan yang
terpisah dari sistem pendidikan anak normal, yaitu sekolah khusus dan sekolah
dasar luar biasa (SDLB).
1) Sekolah khusus
Sekolah
khusus bagi anak tunarungu disebut Sekolah Luar Biasa Bagian B ( SLB-B). Adapun jenjang
pendidikannya meliputi TKLB-B dengan lama pendidikan 1-3 tahun, SDLB-B
setingkat dengan SD 6 tahun, SLTPLB-B merupakan pendidikan semi
kejuruan dengan lama pendidikan 3 tahun, SMLB-B merupakan pendidikan kejuruan
setingkat SLTA dengan lama pendidikan 3 tahun.
2) Sekolah
Dasar Luar Biasa (SDLB)
SDLB adalah sekolah pada tingkat dasar yang menampung
berbagai jenis kelainan, seperti anak tunanetra, tunarungu, tunagrahita, dan
tunadaksa dalam satu sekolah.
3) Kelas Jauh/Kelas Kunjung
Kelas
jauh adalah kelas yang dibentuk atau disediakan untuk memberi pelayanan
pendidikan bagi anak luar biasa termasuk anak tunarungu yang bertempat tinggal
jauh dari SLB/ SDLB.
b. Di Sekolah Umum/Sistem
Integrasi
Di sekolah
umum atau sistem integrasi pada anak tunarungu terdiri menjadi 2 bentuk kelas
yaitu bentuk kelas biasa dan bentuk kelas biasa dengan ruang bimbingan khusus.
1)
Bentuk kelas biasa, dalam bentuk kelas
ini anak tunarungu mengikuti semua kegiatan belajar mengajar dikelas biasa
seperti anak normal lainnya dengan menggunakan kurikulum biasa.
2)
Bentuk kelas biasa dengan
ruang bimbingan khusus, di dalam ruang kelas ini anak tunarungu
mengikuti kegiatan belajar di kelas biasa dengan menggunakan kurikulum biasa
serta mengikuti layanan khusus untuk mata pelajaran tertentu yang tidak biasa
diikuti oleh anak tunarungu bersama anak mendengar.
Tujuan dan fungsi
evaluasi dalam proses pembelajaran anak tunarungu adalah untuk mengetahui
tingkat pencapaian siswa terhadap materi yang diajarkan serta untuk memberikan
umpan balik terhadap guru sebagai dasar untuk memperbaiki proses belajar serta
program perbaikan bagi siswa. Prinsip-prinsip
evaluasi bagi pembelajaran ATR, yaitu:
1)
Berkesinambungan, dilakukan
dalam setiap satuan pelajaran (untuk
memperolleh gambaran yang cermat tentang ada tidaknya perubahan posistif pada
anak)
2)
Menyeluruh
3)
Objektif
4)
Pedagogis.
Alat evaluasi
yang digunakan secara garis besar dapat dibagi atas 2 macam, yaitu :
1)
Alat evaluasi umum
Alat
evaluasi umum merupakan alat tes yang digunakan dikelas biasa untuk mata
pelajaran umum bagi siswa tunarungu dan siswa mendengar (yang mencakup alat
penilaian tertulis, lisan, dan perbuatan).
2) Alat
evaluasi khusus
Alat
evaluasi khusus, antara lain:
a)
Tes perbuatan, yang digunakan untuk mengevaluasi latihan
berbicara, mendengar serta membaca ujaran.
b)
Pengamatan, digunakan pada bidang
komunikasi yang berkaitan dengan pengetahuan, keterampilan, serta sikap
berkomunikasi.
c)
Wawancara, yang dilakukan terhadap anak
tunarungu, siswa mendengar, guru, orang tua atau terhadap anggota masyarakat.
Sumber:
http://aulakia.blogspot.com/2013/07/anaka-berkebutuhan-khusus-tuna-rungu.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar