Kamis, 25 Juni 2015

Tunarungu



Tunarungu

A.   Pengertian Tunarungu
Istilah tunarungu diambil dari kata ‘tuna’ dan ‘rungu’, tuna artinya kurang dan rungu artinya pendengaran. Jadi, tunarungu adalah anak yang kehilangan seluruh atau sebagian daya pendengarannya sehingga tidak atau kurang mampu berkomunikasi secara verbal dan walaupun telah diberikan pertolongan dengan alat bantu dengar masih tetap memerlukan layanan pendidikan khusus.
Tunarungu satu istilah umum yang menunjukkan ketidakmampuan mendengar dari yang ringan sampai yang berat sekali yang digolongkan kepada tuli (deaf) dan kurang dengar (a hard of hearing). Orang yang tuli (a deaf person) adalah seseorang yang mengalami ketidakmampuan mendenar sehingga mengalami hambatan didalam memproses informasi bahasa melalui pendengarannya dengan atau tanpa menggunakan alat bantu dengar (hearing aid), sedangkan yang kurang dengar (a hard of hearing person) adalah sesorang yang biasanya dengan menggunakan alat bantu dengar, sisa pendengarannya cukuup memungkinkan untuk keberhasilan memproses informasi bahasa melalui pendengarannya, artinya apabila orang yang kurang dengar tersebut menggunakan hearing aid,  ia masih dapat menangkap pembicaraan melalui pendengarannya.
                   
B.   Penyebab Terjadinya Tunarungu
Penyebab terjadi tunarungu tipe konduktif, diantaranya:
1.         Kerusakan/gangguan yang terjadi pada telinga luar, seperti tidak terbentuknya lubang telinga bagian luar yang dibawa sejak lahir dan terjadinya peradangan pada lubang telinga luar.
2.         Kerusakan/gangguan yang terjadi pada telinga tengah, seperti ruda paksa (terjadinya tekanan/benturan yang keras karena jatuh, tabrakan, tertusuk, dsb yang menyebabkan membran timfani dan lepasnya rangkaian tulang pendengaran), terjadi peradangan/infeksi pada telinga tengah (otitis media), otosclerosis, tympanisclerosis, tidak terbentuknya tulang pendengaran sejak lahir (anomali congenital), serta saluran yang menghubungkan rongga telinga tengah dengan rongga mulut terkena tumor atau alergi.
Penyebab terjadinya tunarungu tipe sensorincural, yaitu:
1.         Ketunarunguan yang disebabkan oleh factor genetic (keturunan), maksudnya bahwa keturunan tersebut disebabkan oleh gen ketunarunguan yang menurun dari orang tua kepada anak.
2.         Penyebab non genetic, seperti penyakit Rubella campak Jerman, ketidaksamaan antara Rh  ibu dan anak (Rh+ dan Rh-), meningitis (radang selaput otak), serta trouma akustik.
Selain itu, penyebab terjadinya tunarungu adalah:
1.         Faktor internal diri anak, seperti faktor keturunan dan penyakit campak.
2.         Faktor eksternal diri anak, seperti bagaimana fonem atau bunyi bahasa yang telah dirangkai dalam bentuk kata menjadi bermakna sehingga pelaku komunikasi (penyampaian dan penerima pesan) dapat memahaminya serta bagaimana kalimat yang tersusun secara efektif dan efisien bagi pemakai bahasa.

C.   Klasifikasi Ketunarungu
Berdasarkan tingkat kehilangan pendengaran yang diperoleh melalui tes dengan menggunakan audiometer ketunarunguan dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1.         Tunarungu ringan (mild hearing loss)
2.         Tunarungu sedang (moderate hearing loss)
3.         Tunarungu agak berat (moderately csevere hearing loss)
4.         Tunarungu berat (severe hearing loss)
5.         Tunarungu berat sekali (profound hearing loss).
Berdasarkan saat terjadinya ketunarunguan dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1.         Ketunarunguan prabahasa (prelingual deafness), yaitu kehilangan pendengaran yang terjadi sebelum kemampuan bicara da bahsa berkembang.
2.         Ketunarunguan pascabahasa (post lingual deafness), yaitu kehilangan pendengaran yang terjadi beberapa tahun setelah kemampuan bicara dan bahasa berkembang.
Berdasarkan letak gangguan pendengaran secara anatomis, ketunarunguan dapat diklasifasikan sebagai berikut:
1.         Tunarungu tipe konduktif, yaitu kehilangan pendengaran yang disebabkan oleh terjadinya kerusakan pada telinga bagian luar dan tengah, yang berfungsi sebagai alat konduksi atau pengantar getaran suara menuju telinga bagian dalam.
2.         Tunarungu tipe sensorineural, yaitu tunarungu yang disebabkan oleh terjadinya kerusakan pada telinga dalam serta saraf pendengaran (nervus chochlearis).
3.         Tunarungu tipe campuran, yaitu merupakan gabungan tipe konduktif dan sensorineural, artinya kerusakan terjadi pada telinga luar/tengah dengan telinga dalam/saraf pendengaran.
Berdasarkan etiologi atau asal usul ketunarunguan diklasifikasikan sebagai berikut.
1.         Tunarungu endogen, yaitu tunarungu yang disebabkan oleh faktor genetik (keturunan)
2.         Tunarungu eksogen, yaitu tunarungu yang disebabkan oleh factor nongenetik (bukan keturunan).
Klasifikasi anak tunarungu menurut Samuel A. Kirk:
1.         0 db : menunjukan pendengaran yang optimal
2.         0 – 26 db : menunjukan seseorang masih mempunyai pendengaran yang optimal
3.         27 – 40 db : mempunyai kesulitan mendengar bunyi-bunyi yang jauh, membutuhkan tempat duduk yang strategis letaknya dan memerlukan terapi bicara (tergolong tunarungu ringan)
4.         41 – 55 db : mengerti bahasa percakapan, tidak dapat mengikuti diskusi kelas, membutuhkan alat bantu dengar dan terapi bicara (tergolong tunarungu sedang)
5.         56 – 70 db : hanya bisa mendengar suara dari jarak yang dekat, masih punya sisa pendengaran untuk belajar bahasa dan bicara dengan menggunakan alat Bantu dengar serta dengan cara yang khusus (tergolong tunarungu berat)
6.         71 – 90 db : hanya bisa mendengar bunyi yang sangat dekat, kadang – kadang dianggap tuli, membutuhkan pendidikan khusus yang intensif, membutuhkan alat Bantu dengar dan latihan bicara secara khusu (tergolong tunarungu berat)
7.         91 db : mungkin sadar akan adanya bunyi atau suara dan getaran, banyak bergantung pada penglihatan dari pada pendengaran untuki proses menerima informasi dan yang bersangkutan diangap tuli (tergolong tunarungu berat sekali).

D.   Karakteristik Anak Tunarungu
Ada beberapa perbedaan karakteristik anatara anak tunarungu dengan anak normal. Hal ini disebabkan keadaan mereka yang sedemikian rupa sehingga mempunmyai karakter yang khas yang menyebabkan anak tunarungu mendapatkan kesulitan untuk dapat beradaptasi dengan lingkungannya, sehingga mereka perlu mendapat pembinaan yang khusus untuk mengatasi masalah ketunarunguan.
Karakteristik yang khas dari anak tunarungu adalah sebagai berikut:
1.    Fisik
Jika dibandingkan dengan kecacatan lain nampak jelas dalam arti tidak terdapat kelainan. Tetapi bila diperhatiakan lebih teliti mereka mempunyai karakteristik seperti yang dikemukakan oleh Tati Hernawati (1990 : 1) sebagai berikut :
a.         Cara berjalan kaku dan agak membungkuk hal ini terjadi pada anak tunarungu yang mempunyai kelainan atau kerusakan pada alat keseimbangannya.
b.        Gerakan mata cepat yang menunujukan bahwa ia ingin menguasai lingkungan sekitarnya.
c.         Gerakan kaki dan tangan yang cepat.
d.        Pernapasan yang pendek dan agak terganggu. Kelainan pernapasan terjadi karena tidak terlatih terutama pada masa meraban yanmg merupakan masa perkembangan bahasa.
2.    Akademik
Anak tunarungu mempunyai ciri-ciri dalam bidanf akademik, diantaranya yaitu:
a.         Intelegensi sama dengan anak normal.
b.         Sering ditemui prestasi akademik lebih rendah dibandingkan denmgan anak mendengar seusianya.
c.         Pengembangan kecerdasan dipengaruhi oleh kemampuan berbahasa (ATR terlambat bahasanya).
d.        ATR yang masih mendengar : bisa mengoceh
e.         ATR  yang tidak mendengar : menggunakan isyarat /kesulitan berkomunikasi secara verbal.
f.          Kesulitan komunikasi : terjadi karena kosa kata terbatas.
g.         Sulit mengartikan ungkapan-ungkapan bahasa yang mengandung kiasan, sulit mengartikan katakata abstrak, kurang menguasai  irama dan gaya  bahasa. Oleh karena itu  pelajarannya harus berbasis bahasa.
3.    Kepribadian dan Emosi
Beberapa sifat yang terjadi pada anak tunarungu akibat dari kekurangannya, diantaranya yaitu:
a.         Sifat egosentris yang lebih besar daripada anak normal, dunia penghayatan mereka lebih sempit maka akan lebih terarah pada dirinya sendiri.
b.         Mempunyai perasaan takut akan hidup.
c.         Sikap ketergantungan kepada orang lain.
d.        Perhatian yang sukar di alihkan.
e.         Kemiskinan dalam bidang fantasi.
f.          Sifat yang polos, sederhana tanpa banyak problem.
g.         Mereka dalam keadaan ekstrim tanpa banyak nuansa.
h.         Lekas marah dan cepat tersinggung.
i.           Kurang mempunyai konsep tentang relasi atau hubungan.
4.    Sosial
Karakteristik anak tunarungu dalam bidang social, diantaranya yaitu:
a.         Pergaulan yang terbatas pada sesama tunarungu.
b.         Perasaan takut (khawatir) terhadap lingkungan luar.
c.         Perhatian mereka sukar dialihkan bila sudah menyenangi sesuatu benda atau pekerjaan tertentu.

E.   Proses Pembelajaran Bagi Anak Tunarungu
Strategi pembelajaran anak tunarungu, yaitu:
1.    Strategi individualisasi
Strategi individualisasi merupakan strategi pembelajaran dengan mempergunakan suatu program yang disesuaikan dengan perbedaan individu baik karakteristik, kebutuhan maupun kemampuan secara perseorangan.
2.    Strategi kooperatif
Strategi kooperatif merupakan strategi pembelajaran yang menekankan unsur gotong royong atau saling membantu satu sama lain dalam mencapai tujuan pembelajaran. Menurut Johnson, D.W. & Johnson (1984:10) dalam strategi pembelajaran kooperatif terdapat empat elemendasar yaitu :
a.         Saling ketergantungan positif
b.         Interaksi tatap muka antarsiswa sehingga mereka dapat berdialog dengan sesama lain.
c.         Akuntabilitas individual.
d.        Keterampilan menjalin hubungan interpersonal.
3.    Strategi modifikasi perilaku
Strategi modifikasi perilaku merupakan suatu bentuk strategi pembelajaran yang bertolak dari pendekatan behavioral (behavioral approach).strategi ini bertujuan untuk mengubah perilaku siswa ke arah yang lebih positif melalui conditioning (pengondisian) dan membantunya agar lebih produktif sehingga menjadi individu yang mandiri.
Media pembelajaran untuk anak tuna rungu adalah:
a.         Media Visual (Media yang Utama), seperti gambar, grafik, bagan, diagram, objek nyata, dan sesuatu  benda (misalnya mata uang, tumbuhan), objek tiruan dari objek  benda, slides.
b.         Media audio, seperti program  kaset untuk latihan pendengaran misalnya membedakan suara binatang.
c.         Media audio visual seperti  televisi (bagi  yang masish memiliki sisa pendengaran dan atau menggunakan alat bantu dengar (hearinh aid).
Keterbatasan utama ATR yaitu terlambatnya kemampuan berbicara dan berbahasa. Dalam proses pembelajaran, guru perlu memahami metode komunikasi yang dapat dimengerti oleh anak tunarungu, adalah:
a.    Metode Oral
Metode oral adalah metode dengan melalui bahasa lisan. Tahapan-tahapan pada metode oral yaitu:
1)        Pembentukan dan  latihan  bicara (speech building & speech trainning)
2)        Memahami ujaran (speech reading)
3)        Latihan pendengaran (hear trainning)
b.    Metode Membaca Ujaran
Metode ini memanfaatkan penglihatannnya untuk memahami pembicaraan orang lain melalui gerak bibir dan mimik si pembaca yaitu dengan cara berhadapan muka dengan lawan bicara. Kelemahannya metode ini adalah tidak semua pengucapan bunyi bahasa oleh organ ortikulasi dapat terlihat oleh lawan bicaranya, misalnya bilabial (p, b, m) dan dental (t, d, n).
c.    Metode Manual (isyarat)
Metode manual merupakan metode yang menggunakan bahasa isyarat dan ejaan jari (fingger spening).
d.    Komunikasi Total
Komunikasi total merupakan metode yang menerapkan berbagai metode-metode dan media komunikasi seperti sistem isyarat ejaan jari, bicara, membaca ujaran, amplifikasi 9 pengerasan suara dengan menggunakan alat bantu dengar, menggambar, menulis, serta pemanfaatan sisa pendengaran sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan tunarungu secara perorangan.
Ditinjau dari segi jenisnya, layanan pendidikan bagi anak tunarungu meliputi :
a.         Layanan umum
Layanan umum merupakan layanan pendidikan yang biasa diberikan kepada anak mendengar/ normal, yang meliputi layanan akademik, latihan, dan bimbingan. Layanan akademik bagi anak tuna rungu pada dasarnya sama dengan layanan akademik bagi anak mendengar, yaitu mencakup mata-mata pelajaran yang biasa diberikan di SD biasa, tetapi terdapat hal-hal yang perlu diperhatikan berkaitan dengan  ciri khas layanan bagi anak tunarungu akan dijelaskan pada uraian selanjutnya. Demikian juga dalam latihan dan bimbingan. Layanan bimbingan terutama diperlukan dalam mengatasi dampak kelainan terhadap aspek psikologisnya, serta pengembangan sosialisasi siswa.
b.    Layanan khusus
Layanan khusus pada anak tunarungu bertujuan untuk mengurangi dampak ketunarunguan atau melatih kemampuan yang masih ada, yang meliputi layanan bina bicara serta layanan bina persepsi bunyi dan irama.
1)        Layanan bina bicara, merupakan  upaya untuk meningkatkan kemampuan anak tunarungu dalam mengucapkan bunyi-bunyi bahasa dalam rangkaian kata-kata, agar dapat dimengerti atau diinterpretasikan oleh orang yang mengajak/ diajak bicara. Latihan bina bicara disebut juga dengan latihan artikulasi.
2)        Layanan bina persepsi bunyi dan irama, merupakan layanan untuk melatih kepekaan terhadap bunyi dan irama melalui sisa-sisa pendengaran atau merasakan vibrasi (getaran bunyi) bagi siswa yang hanya memiliki sedikit sekali sisa pendengaran. Dalam layanan ini, siswa dilatih untuk membedakan antara bunyi yang panjang dan yang pendek, bunyi yang keras dan lembut, kata dengan kalimat, kalimat panjang dan pendek, membedakan bunyi dua macam  alat (alat music, seperti tambur dan gong) serta membedakan bunyi dengan berbagai irama 2/4, 3/4, 4/4.
Ada beberapa ciri khas layanan yang perlu diperhatikan, agar kegiatan belajar mengajar berjalan dengan efektif. Ciri khas layanan tersebut antara lain:
a.         Dalam berbicara jangan membelakangi anak.
b.        Anak hendaknya duduk dan berada di tengah paling depan kelas sehingga memiliki peluang untuk membaca bibir guru.
c.         Bila telinga hanya satu yang tunarungu, tempatkan anak sehingga telinga yang baik berada dekat dengan guru.
d.        Perhatikan posture anak, sering anak menggelengkan kepala untuk mendengar.
e.         Dorong anak untuk selalu memperhatikan  wajah guru, dan berbicaralah dengan anak dengan posisi berhadapan dan bila memungkinkan kepala guru sejajar dengan kepala anak.
f.         Berbicara dengan volume suara biasa/tidak terlalu cepat tetapi gaeakan bibirnya harus jelas.
g.        Materi pelajaran yang bersifat verbal seperti IPS dan PKN perlu dimodifikasikan atau disederhanakan dengan bahasa  yang dapat dipahami siswa tunarungu.
h.        Anak tunarungu dikenal sebagai anak  yang miskin kosa kata, oleh karena itu harus sering memberikan tambahan kosakata. Guru harus memastikan  bahwa anak tunarungu memahami dengan benar kata-kata atau istilah yang digunakan.
i.          Hindari menggunakan metode ceramah secara berlebihan, akan tetapi lebih banyak menggunakan metode yang bersifat visual seperti demontrasi, bermainperan, dan sebagainya.
Tempat/sistem layanan untuk anak tunarungu, yaitu:
a.    Tempat khusus/sistem segregasi
Sistem pendidikan segregasi adalah sistem pendidikan yang terpisah dari sistem pendidikan anak normal, yaitu sekolah khusus dan sekolah dasar luar biasa (SDLB).
1)    Sekolah khusus
Sekolah khusus bagi anak tunarungu disebut Sekolah Luar Biasa Bagian B ( SLB-B). Adapun  jenjang pendidikannya meliputi TKLB-B dengan lama pendidikan 1-3 tahun, SDLB-B setingkat dengan  SD 6 tahun, SLTPLB-B merupakan pendidikan semi kejuruan dengan lama pendidikan 3 tahun, SMLB-B merupakan pendidikan kejuruan setingkat SLTA dengan lama pendidikan 3 tahun.
2)    Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB)
SDLB adalah sekolah pada tingkat dasar yang menampung berbagai jenis kelainan, seperti anak tunanetra, tunarungu, tunagrahita, dan tunadaksa dalam satu sekolah.
3)    Kelas Jauh/Kelas Kunjung
Kelas jauh adalah kelas yang dibentuk atau disediakan untuk memberi pelayanan pendidikan bagi anak luar biasa termasuk anak tunarungu yang bertempat tinggal jauh dari SLB/ SDLB.
b.    Di Sekolah Umum/Sistem Integrasi
Di sekolah umum atau sistem integrasi pada anak tunarungu terdiri menjadi 2 bentuk kelas yaitu bentuk kelas biasa dan bentuk kelas biasa dengan ruang bimbingan khusus.
1)        Bentuk kelas biasa, dalam bentuk kelas ini anak tunarungu mengikuti semua kegiatan belajar mengajar dikelas biasa seperti anak normal lainnya dengan menggunakan kurikulum biasa.
2)        Bentuk  kelas biasa dengan ruang bimbingan khusus, di dalam ruang kelas ini anak tunarungu mengikuti kegiatan belajar di kelas biasa dengan menggunakan kurikulum biasa serta mengikuti layanan khusus untuk mata pelajaran tertentu yang tidak biasa diikuti oleh anak tunarungu bersama anak mendengar.
Tujuan dan fungsi evaluasi dalam proses pembelajaran anak tunarungu adalah untuk mengetahui tingkat pencapaian siswa terhadap materi yang diajarkan serta untuk memberikan umpan balik terhadap guru sebagai dasar untuk memperbaiki proses belajar serta program perbaikan bagi siswa. Prinsip-prinsip evaluasi bagi pembelajaran ATR, yaitu:
1)        Berkesinambungan, dilakukan dalam setiap  satuan pelajaran (untuk memperolleh gambaran yang cermat tentang ada tidaknya perubahan posistif pada anak)
2)        Menyeluruh
3)        Objektif
4)        Pedagogis.
Alat evaluasi yang digunakan secara garis besar dapat dibagi atas 2 macam, yaitu :
1)        Alat evaluasi umum
Alat evaluasi umum merupakan alat tes yang digunakan dikelas biasa untuk mata pelajaran umum bagi siswa tunarungu dan siswa mendengar (yang mencakup alat penilaian tertulis, lisan, dan perbuatan).
2)    Alat evaluasi khusus
Alat evaluasi khusus, antara lain:
a)     Tes perbuatan, yang digunakan untuk mengevaluasi latihan berbicara, mendengar serta membaca ujaran.
b)    Pengamatan, digunakan pada bidang komunikasi yang berkaitan dengan pengetahuan, keterampilan, serta sikap berkomunikasi.
c)     Wawancara, yang dilakukan terhadap anak tunarungu, siswa mendengar, guru, orang tua atau terhadap anggota masyarakat.


Sumber:
http://aulakia.blogspot.com/2013/07/anaka-berkebutuhan-khusus-tuna-rungu.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar