Kompetensi Sosial Anak
A.
Pengertian
Kompetensi
Menurut Rustyah,
kompetensi mengandung makna pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar yang
direfleksikan dalam kebiasaan berpikir, dan bertindak. Herry berpendapat bahwa
kompetensi itu adalah kemampuan melaksanakan tugas yang diperoleh melalui pendidikan
atau latihan.
Sedangkan Fich
dan Crunkilton dalam Mulyasa (2004: 38) mengemukakan bahwa kompetensi adalah
pengusaan terhadap suatu tugas, keterampilan, sikap, dan apresiasi yang
diperlukan untuk menunjang keberhasilan.
Kompetensi juga mengandung
arti diantaranya:
1.
kemampuan
atau kecakapan yang cukup/memadai, keadaan cakap, mampu, tangkas
2.
properti
atau sarana penopang ynag memadai untuk melengkapi kebutuhan dan kenyamanan
hidup tanpa jumlah yang berlebih-lebihan
3. dalam
hukum: kapasitas hukum, kualifikasi, kekuasaan, yuridis, atau kesesuaian,
seperti kompetensi seseorang saksi untuk bersaksi, kompetensi hakim untuk
mengadili sebuah kasus.
Adapun tipe karakteristik kompetensi
diantaranya yaitu:
1.
motif-motif
(motives), yang dimaksud dengan motf adalah sesuatu yang dipikirkan dan
diinginkan, yang menyebabkan adanya sesuatu tindakan seseorang
2.
ciri-ciri
(traits), ciri-ciri disini berarti karakteristik fisik dan respon-respon yang
diberikan terhadap sesuatu situasi atau informasi
3.
konsep
diri (self-concept), konsep diri pada karakteristik kompetensi berarti sikap-sikap,
nilai-nilai atau gambaran tentang diri sendiri seseorang
4.
pengetahuan
(knowledge), pengetahuan disini berarti suatu informasi yang dimiliki seseorang
dalam area spesifik tertentu
5. keterampilan
(skill), keterampilan disini bermakna sebagai kecakapan seseorang untuk
menampilkan tugas fisik atau tugas mental tertentu.
Dalam diri
seseorang mempunyai level kompetensi sendiri yang terdiri dari 2 bagian level
kompetensi, yaitu bagian yang bagian yang dapat dilihat dan dikembangkan atau
sering disebut permukaan, seperti pengetahuan dan keterampilan, dan bagian yang
tidak dapat dilihat dan sulit dikembangkan yang disebut juga sebagai sentral
atau inti kepribadian, seperti sifat-sifat motif, sikap, dan nilai-nilai.
Jadi, kompetensi
anak adalah kemampuan yang harus dimiliki/dicapai oleh anak setelah mengikuti
pembelajaran yang kemampuan tersebut merupakan perpaduan dari pengetahuan,
keterampilan, nilai, dan sikap yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan
bertindak. Kompetensi itu mencakup tugas, keterampilan sikap dan apresiasi tertentu.
Oleh karena itu seseorang yang telah memiliki kompetensi dalam bidang tertentu
maka ia bukan hanya mengetahui saja tetapi juga dapat memahami dan menghayati
bidang tersebut yang tercemin dalam pola perilaku sehari-hari.
B.
Kompetensi
Sosial
Pellegrini dan
Glickman mendefinisikan kompetensi sosial pada anak sebagai “the degree to
which children adapt to their school and home environment”, yang berarti bahwa
kompetensi sosial adalah suatu kemampuan anak untuk beradaptasi dengan
lingkungan rumah maupun lingkungan sekolahnya.
Menurut Benard,
kompetensi sosial itu merupakan kemampuan memecahkan masalah, kemampuan untuk
mengembangkan rasa identitas, serta kemampuan untuk berencana dan berharap.
Menurut Sumardi,
kompetensi sosial adalah kemampuan seseorang berkomunikasi, bergaul, bekerja
sama, dan memberi kepada orang lain. Pendapat Sumardi itu mengutip dari
pendapat Gardner bahwa kompetensi sosial sebagai social intellgence atau kecerdasan
sosial, dimana kecerdasan sosial itu merupakan salah satu dari sembilan
kecerdasan.
Ross-Krasnor
mendefinisikan kompetensi sosial merupakan keefektifan dalam berinterasi, hasil
dari perilaku-perilaku teratur yang memenuhi kebutuhan-kebutuhan pada masa
perkembangan dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang.
Menurut Vaughn
dan Waters, kompetensi sosial adalah kemampuan anak untuk mengajak maupun
merespon teman-temannya dengan perasaan positif, tertarik untuk berteman dengan
teman-temannya serta diperhatikan dengan baik oleh mereka, dapat memimpin dan
juga mengikuti, mempertahankan sikap memberi dan menerima dalam berinteraksi
dengan temannya dikarenakan anak-anak pra sekolah lebih memilih teman bermain
yang berprilaku proporsional.
Jadi, kompentensi
sosial pada anak adalah suatu kemampuan untuk berinteraksi, komunikasi, serta
kemampuan beradaptasi kepada teman sebaya, lingkungan keluarga, lingkungan
sekolah, maupun lingkungan rumah.
Kompetensi
sosial juga mempunyai hubungan yang erat dengan penyesuaian sosial dan kualitas
interaksi antar pribadi. Membangun suatu kompetensi sosial pada kelompok
bermain anak dapat dimulai dari interaksi di antara anak-anak. Interaksi itu
pun dapat dibangun dari bermain dalam hal-hal yang sederhana, misalnya bermain antar
peran, mentaati tata tertib dalam suatu kelompoknya, sehingga kompetensi sosial
itu pun dapat terbentuk pada anak.
Keberhasilan
untuk masuk dan menjadi bagian dari kelompok teman sebaya atau kompetensi
dengan teman bukanlah suatu hal yang mudah. Hal ini tidak diukur dengan
menghitung banyaknya jumlah teman, maupun hubungan seorang anak sebagian besar
dalam bentuk agresi atau asimetris terus-menerus. Hal itu pun tidak sama sekali
menunjukkan kompetensi sosial walaupun dia sering berinteraksi. Namun sebaliknya,
bermain sendiri bukan berarti bahwa ia kurang berkompetensi sosial, karena
bermain sendiri berbeda dengan ‘sendirian” namun ia berada di dekat kelompok
tetapi tidak bergabung.
Interaksi dengan
teman sebaya juga merupakan satu sumber utama perkembangan sosial maupun
kognitif, khususnya perkembangan empati. Dalam lingkungan tetangga, rumah dan
sekolah, anak dapat belajar membedakan bermacam-macam hubungan teman
sebaya-sahabat, teman bergaul, teman dalam kegiatan tertentu, kenalan baru, dan
orang asing. Dengan membangun dan memelihara hubungan antar teman sebaya dan
pengalaman sosial, terutama melalui konflik teman sebaya, anak tersebut dapat
memperoleh pengetahuan mengenal dirinya dan dapat belajar tentang interaksi
sosial
Menurut Oden
(1987), anak prasekolah masih kurang mampu membedakan antara sahabat dan teman
biasa dibanding anak usia sekolah, tetapi mereka juga mempunyai alasan mengapa
tidak suka berinteraksi dengan teman tertentu. Dikalangan anak-anak prasekolah
persahabatan terbentuk karena adanya kesamaan minat dan hubungan timbal balik
yang nyata. Pandangan anak terhadap sahabatnya juga berpusat pada pemahaman,
kesetiaan, dan kepercayaan yang baik.
Sekolah
merupakan lingkungan dimana anak tidak hanya memperoleh akamdemik saja, tetapi
merupakan tempat dimana mereka memperoleh pengalaman interaksi sosial dan
emosional dengan orang dewasa dan teman sebayanya juga, yang memungkinkan
mereka untuk memupuk harga diri dan mengembangkan kompetensi sosialnya. Pengalaman
tersebut sangat penting untuk meningkatkan keberhasilan dikemudian hari dalam
membina hubungan sosial, karir, dan pencapaian cita-cita pribadinya. Oleh
karena itu sekolah juga merupakan hal yang penting untuk mendukung kebutuhan
perkembangan anak secara luas.
Menurut Adam
(1983), ada 3 komponen yang memungkinkan seseorang anak membangun dan menjalin
hubungan yang positif dengan teman sebayanya yaitu:
1.
pengetahuan
tentang keadaan emosi yang tepat untuk situasi sosial tertentu (pengetahuan
sosial)
2.
kemampuan
untuk berempati dengan orang lain (empati)
3.
percaya
pada kekuatan diri sendiri.
Kompetensi
sosial juga dapat dilihat sebagai perilaku prososial, altruistik, dan bekerja
sama. Kriteria seorang anak yang sangat disukai oleh orang tua dan guru-guru
pada umumnya mampu mengatasi kemarahan dengan baik, mampu merespon secara
langsung, melakukan cara-cara yang dapat meminimalisasi konflik yang lebih jauh
dan mampu mempertahankan hubungannya.
Kompetensi
sosial merupakan fenomena unidemensional. Hal-hal yang disepakati oleh para
ahli psikologi sebagai aspek kompetensi sosial anak adalah perilaku propososial
(seperti suka menolong, dermawan, empati, dll) dan sosial inisiatif (seperti
aktif untuk melakukan inisiatif dalam situasi interaksi sosial tertentu.
Dalam bermasyarakat,
anak dapat dikatakan sebagai berkompeten secara sosial jika perilaku mereka bertanggung
jawab, mandiri atau tidak bergantung pada oranglain, mampu bekerja sama,
perilakunya mempunyai tujuan tertentu, dan bukan yang impulsif. Sedangkan anak dapat
dikatakan tidak berkompeten jika perilakunya seenaknya, tidak ramah, serta
oposan. Kompetensi sosial dari mood positif yang menetap, harga diri, tanggung
jawab sosial yang mencakup kemampuan untuk berinteraksi dengan orang dewasa,
perilaku menolong terhadap teman sebaya dan kematangan moral, orientasi
terhadap prestasi, sikap kepemimpinan terhadap teman sebaya, serta perilaku
yang berorientasi pada tujuan dan gigih. Aspek kompetensi sosial yaitu
memperlihatkan sosial, simpati, penghargaan, tolong menolong dan cinta.
Kompentesi emosi terdiri atas aspek ekspresi, emosi, pengetahuan emosi, dan
regulasi emosi juga memberikan kontribusi pada kompetensi sosial.
Masalah-masalah sosial, seperti pertikaian
dalam keluarga, perceraian dan kemiskinan, juga mempengaruhi perkembangan
kompetensi sosial pada anak. Karena masalah-masalah keluarga membuat anak
menjadi kurang berinteraksi dengan orangtuannya, serta kondisi kemiskinan dapat
mengurangi kesempatan bagi anak untuk berkembang secara positif.
Jadi dapat
disimpulkan bahwa perkembangan kompetensi sosial pada anak sudah dimulai sejak
awal masa kehidupannya, dan kompetensi sosial pada anak sangat dipengaruhi oleh interaksi dengan orang terdekatnya baik
dalam lingkungan rumah, tetangganya, sekolahnya, maupun lingkungan sosialnya
yang lebih luas.
Sumber:
Denham, S., A., & Queenan, P., 2003. Preschool
Emotional Competence: Pathway To Social Competence. Journal Of Child
Development. Vol. 74, No 1, 238-256.
Adam, G., R., 1983. Social Competence During Adolescence:
Social Sensitivity, Locus Of Control, And Peer Popularity. Journal Of Yoauth
And Adolescence. Vol. 12, No 03, 203-211.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar