Berpikir
A. BAHASA
DAN BERPIKIR
Berpikir adalah daya yang paling utama dan merupakan ciri
yang khas yang membedakan manusia dari hewan. Manusia dapat berpikir karena
manusia mempunyai bahasa, sedangkan hewan tidak mempunyai bahasa. Bahasa yang
dimiliki hewan bukanlah bahasa seperti yang dimiliki manusia. Bahasa hewab
adalah bahasa instink yang tidak
perlu dipelajari dan diajarkan. Sedangkan bahasa manusia adalah hasil
kebudayaan yang harus dipelajari dan diajarkan.
Karena memiliki dan mampu berbahasa maka manusia dapat
berpikir. Bahasa adalah alat yang terpenting bagi berpikir. Plato mengatakan
dalam bukunya Sophistes “berbicara itu berpikir yang keras (terdengar), dan
berpikir itu adalah “berbicara batin”.
B. PENGERTIAN
BERPIKIR
Berpikir adalah satu keaktipan pribadi manusia yang
mengakibatkan penemuan yang terarah kepada suatu tujuan. Berpikir dalam arti
sempit adalah meletakkan atau mencari hubungan/pertalian antara
abstraksi-abstraksi. Berpikir bertujuan untuk menemukan pemahaman/pengertian
yang dikehendaki.
Ciri utama dari berpikir adalah adanya abstraksi. Abstraksi
berarti: anggapan lepasnya kualitas atau relasi dari benda-benda,
kejadian-kejadian dan situasi-situasi yang mula-mula dihadapi sebagai
kenyataan.
Berpikir erat kaitannya dengan daya-daya jiwa yang lain,
seperti tanggapan, ingatan, pengertian, dan perasaan. Tanggapan memegang
peranan penting dalam berpikir, ingatan merupakan syarat dalam berpikir,
pengertian merupakan hasil dari berpikir, dan perasaan merupakan dasar yang
mendukung suasana hati.
C. PENDAPAT
BEBERAPA ALIRAN PSIKOLOGI TENTANG BERPIKIR
Pendapat aliran psikologi tentang berpikir, antara lain:
1.
Psikologi
Asosiasi, mengemukakan bahwa berpikir itu tidak lain daripada jalannya
tanggapan-tanggapan yang dikuasai oleh hukum asosiasi. Unsur yang paling
sederhana dan merupakan dasar bagi semua aktivitas kejiwaan adalah
tanggapan-tanggapan. Pendapat inilah yang kemudian menimbulkan pendidikan dan
pengajaran bersifat intelektualistis
dan verbalistis. Tokoh yang terkenal
dalam aliran ini ialah John Locke (1632-1704) dan Herbart (1770-1841).
2.
Aliran
Behaviorisme, berpendapat bahwa berpikir adalah gerakan-gerakan reaksiyang
dilakukan oleh urat syaraf dan otot-otot bicara. Jadi menurut Behaviorisme,
berpikir tidak lain adalah berbicara. Pada behaviorisme unsur yang paling
sederhana adalah refleks. Refleks adalah gerakan/reaksi tak sadar yang
disebabkan adanya perangsang dari luar. Gejala-gejala psikis yang mungkin
terjadi adalah akibat dari adanya gejala-gejala/perubahan-perubahan jasmaniah
sebagai reaksi terhadap perangsang-perangsang tertentu. Itu sebabnya maka
menurut kaum Behavioris (W. James) “orang tidak menangis karena susah, tetapi
orang susah karena menangis”. Juga J.B. Watson, seorang Behavioris yang lebih
radikal mengatakan bahwa bahasa adalah gerak-gerak tertentu dari pangkal
tenggorok dan bagian-bagian mulut lainnya, dan bunyi yang diakibatkan.
3.
Psikologi
Gestalt, berpendapat bahwa proses berpikir seperti proses gejala-gejala psikis
yang lain merupakan suatu kebulatan. Psikologi Gestalt memandang berpikir
merupakan keaktifan psikis yang abstrak, yang prosesnya tidak dapat diamati
dengan alat indera.
4.
Ahli-ahli
psikologi sekarang berpendapat bahwa proses berpikir pada taraf tinggi pada
umumnya melalui tahap-tahap, yaitu:
a.
Timbulnya
masalah, kesulitan yang harus dipecahkan
b.
Mencari
dan mengumpulkan fakta-fakta yang dianggap ada sangkut pautnya dengan pemecahan
masalah
c.
Taraf
pengolahan atau pencernaan, fakta diolah dan dicernakan
d.
Taraf
penemuan atau pemahaman, menemukan cara memecahkan masalah
a. Menilai, menyempurnakan dan
mencocokkan hasil pemecahan.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi jalannya berpikir
antara lain adalah bagaimana seseorang meilhat atau memahami masalah itu,
situasi yang sedang dialami seseorang dan situasi luar yang dihadapi,
pengalaman-pengalaman orang itu, dan bagaimana kecerdasan orang tersebut.
D. BEBERAPA
MACAM CARA BERPIKIR
Dalam halnya orang dapat mendekati berbagai masalah melalui
beberapa cara, yaitu:
1.
Berpikir
Induktif
Berpikir
induktif adalah suatu proses dalam berpikir yang berlangsung, dari khusus
menuju kepada yang umum. Orang mencari ciri-ciri atau sifat-sifat yang tertentu
dari berbagai fenomena, kemudian menarik kesimpulan-kesimpulan bahwa fenomena,
kemudian menarik kesimpulan-kesimpulan bahwa ciri-ciri/sifat-sifat itu terdapat
pada semua jenis fenomena tadi.
2.
Berpikir
Deduktif
Berpikir
deduktif adalah proses berpikir yang berlangsung dari yang umum menuju kepada
yang khusus. Dalam cara berpikir ini, orang bertolak dari suatu teori ataupun
prinsip ataupun kesimpulan yang dianggapnya benar dan sudah bersifat umum. Dari
situ ia menerapkannya kepada fenomena-fenomena yang khusus, dan mengambil
kesimpulan khusus yang berlaku bagi fenomena tersebut.
3.
Berpikir
Analogis
Anologis
berarti persamaan atau perbandingan. Berpikir anologis ialah berpikir dengan
jalan menyamakan atau memperbandingkan fenomena-fenomena yang biasa/pernah
dialami. Di dalam cara berpikir ini, orang beranggapan bahwa kebenaran
fenomena-fenomena yang pernah dialaminya berlaku pula bagi fenomena yang
dihadapi sekarang.
E. HASIL-HASIL
PENYEIDIKAN TENTANG BERPIKIR
Beberapa hasil/pendapat yang penting dari
penyelidikan-penyelidikan yang dilakukan oleh ahli-ahli psikologi terhadapat
proses berpikir manusia, yaitu:
1.
Oswald
Kulpe dengan rekan-rekannya, setelah mengadakan eksperimen-eksperimen terhadap
mahasiswa-mahasiswanya dengan menggunakan metode instropeksi-eksperimental,
mendapat kesimpulan, diantaranya:
a.
Bahwa
di dalam diri manusia terdapat adanya gejala-gejala psikis yang tidak dapat
diragukan.disamping kesan-kesan dan tanggapan-tanggapan yang diperoleh dengan
alat indera masih ada gejala-gejala yang lebih abstrak dan tidak dapat
diragukan. Hal ini terjadi ketika manusia sedang berpikir.
b.
Bahwa
pada waktu berpikir, aku atau pribadi orang itu memegang peranan yang penting.
c.
Bahwa
berpikir itu mempunyai arah tujuan yang tertentu (determine rende tendens).
Arah tujuan berpikir itu ditentukan/dipengaruhi oleh soal atau masalah yang
harus dipecahkannya.
2.
Frohn
dan kawan-kawannya, setelah menyelidiki bagaimana proses dan perkembangan
berpikir pada anak-anak yang bisu dan tuli dan membandingkannya dengan
anak-anak yang normala, mengambil kesimpulan, yaitu berpikir ialah bekerja
dengan unsur-unsur yang abstrak dan bergerak kearah yang ditentukan oleh
soal/masalah yang dihadapi. Tetapi anak kecil, anak-anak yang terbelakang, dan
anak-anak yang bisu tuli dalam berpikir itu tidak dapat melepaskan diri dari
bayang-bayang/tanggapan-tanggapan kongkret. Karena mereka tidak dapat membentuk
pikiran-pikiran yang logis dan umum. Pada anak kecil, berpikir masih dipengaruhi
oleh tanggapan-tanggapan yang kongkret yang pernah diamatinya. Sedangkan
anak-anak yang bisu tuli tidak dapat menyusun pengertian karena perkembangan
bahasanya terhambat.
3.
Otto Selz dan Willwoll
Dari
penyelidikannya terhadap peranan tanggapan dalam proses berpikir, Selz
berpendapat bahwa tanggapan-tanggapan konkret tidak mempunyai pengaruh sama
sekali atau hanya sedikit sekali pengaruhnya dalam proses berpikir, tanggapan
kongkret tidak amat melancarkan dan tidak pula merintangi jalannya pikiran.
Sedangkan Willwoll mengemukakan bahwa tanggapan-tanggapan kongkret mengganggu
dan menghambat jalannya berpikir.
Sumber
Buku:
Purwanto, Muhammad Ngalim, drs. 1990. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rosda
Tidak ada komentar:
Posting Komentar