Kamis, 01 Januari 2015

Asal-Usul Jakarta


Asal-Usul Jakarta

Asal kota Jakarta:
Kota Jakarta bermula dari sebuah bandar kecil di muara Sungai Ciliwung sekitar 500 tahun silam. Selama berabad-abad kemudian kota bandar ini berkembang menjadi pusat perdagangan internasional yang ramai.
Laporan para penulis Eropa abad ke-16 menyebutkan sebuah kota bernama Kalapa, yang tampaknya menjadi bandar utama bagi sebuah kerajaan Hindu bernama Sunda, beribukota Pajajaran, terletak sekitar 40 kilometer di pedalaman, dekat dengan kota Bogor sekarang. Bangsa Portugis merupakan rombongan besar orang-orang Eropa pertama yang datang ke bandar Kalapa. Kota ini kemudian diserang oleh seorang muda usia, bernama Fatahillah, dari sebuah kerajaan yang berdekatan dengan Kalapa.
Fatahillah mengubah nama Sunda Kalapa menjadi Jayakarta pada 22 Juni 1527. Tanggal inilah yang kini diperingati sebagai hari lahir kota Jakarta. Orang-orang Belanda datang pada akhir abad ke-16 dan kemudian menguasai Jayakarta.
Nama Jayakarta diganti menjadi Batavia. Keadaan alam Batavia yang berawa-rawa mirip dengan negeri Belanda, tanah air mereka. Mereka pun membangun kanal-kanal untuk melindungi Batavia dari ancaman banjir. Kegiatan pemerintahan kota dipusatkan di sekitar lapangan yang terletak sekitar 500 meter dari bandar.
Mereka membangun balai kota yang anggun, yang merupakan kedudukan pusat pemerintahan kota Batavia. Lama-kelamaan kota Batavia berkembang ke arah selatan. Pertumbuhan yang pesat mengakibatkan keadaan lilngkungan cepat rusak, sehingga memaksa penguasa Belanda memindahkan pusat kegiatan pemerintahan ke kawasan yang lebih tinggi letaknya. Wilayah ini dinamakan Weltevreden.
Pada masa pendudukan Jepang (1942-1945), nama Batavia diubah lagi menjadi Jakarta. Pada tahun 1966, Jakarta memperoleh nama resmi Ibukota Republik Indonesia.
Jakarta pun mendapat julukan “Kota 1001 Nama” karena banyaknya perubahan nama. Berikut adalah kronologi singkat perubahan-perubahan nama “Jakarta” :
·         Abad ke-14 bernama Sunda Kelapa sebagai pelabuhan Kerajaan Sunda (Pajajaran)
·       22 Juni 1527 oleh Fatahilah, diganti nama menjadi Jayakarta (tanggal tersebut ditetapkan sebagai hari jadi kota Jakarta keputusan DPR kota sementara No. 6/D/K/1956)
·         4 Maret 1621 oleh Belanda untuk pertama kali bentuk pemerintah kota bernama Stad Batavia.
·         1 April 1905 berubah nama menjadi ‘Gemeente Batavia’
·         8 Januari 1935 berubah nama menjadi Stad Gemeente Batavia
·         8 Agustus 1942 oleh Jepang diubah namanya menjadi Jakarta Toko Betsu Shi
·         September 1945 pemerintah kota Jakarta diberi nama Pemerintah Nasional Kota Jakarta.
·    20 Februari 1950 dalam masa Pemerintahan. Pre Federal berubah nama menjadi Stad Gemeente Batavia.
·         24 Maret 1950 diganti menjadi Kota Praj’a Jakarta.
·         18 Januari 1958 kedudukan Jakarta sebagai Daerah swatantra dinamakan Kota Praja Djakarta Raya.
·     Tahun 1961 dengan PP No. 2 tahun 1961 jo UU No. 2 PNPS 1961 dibentuk Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Raya.
·    Pada tanggal 31 Agustus 1964 dengan UU No. 10 tahun 1964 dinyatakan Daerah Khusus Ibukota Jakarta Raya tetap sebagai Ibukota Negara Republik Indonesia dengan nama Jakarta.
·         Tahun1999, melalaui uu no 34 tahun 1999 tentang pemerintah provinsi Daerah Khusus Ibukota Negara Republik Indonesia Jakarta, sebutan pemerintah daerah berubah menjadi pemerintah provinsi DKI Jakarta, dengan otoniminya tetap berada ditingkat provinsi dan bukan pada wilyah kota, selain itu wiolyah DKI Jakarta dibagi menjadi 6 (5 wilayah kotamadya dan satu kabupaten administratif kepulauan seribu).


Usul untuk kota Jakarta:

·     Kota Jakarta harus dapat memiliki pusat oleh-oleh sehingga orang yang hanya punya waktu singkat cukup mngunjungi tempat itu saja dan sudah mempunyai buah tangan untuk keluarga atau temannya. Ini juga pasti akan membantu ekonomi masyarakat Jakarta.
·      Melihat penduduk yang tinggal di bedeng-bedeng sederhana atau yang sangat tidak layak di pinggiran kali Jakarta, sebenarnya pemerintah dan masyarakat punya pilihan yang lebih manusiawi, namun sifatnya sangat mendasar yakni mengubah pola tinggal. Pemerintah Jakarta dapat membangun beberapa “apartemen” untuk menampung orang-orang yang selama ini tinggal di bedeng-bedeng (slum). Mungkin bentuk dan fasilitasnya perlu diseragamkan; misalnya semuanya mempunyai 30 lantai, dan tidak boleh orang yang tinggal di sana memiliki kendaraan.
·   Pendidikan sosial pun sangat dibutuhkan agar para penghuninya bisa hidup tenang. Mungkin perlu ditanamkan bahwa hidup di apartemen sederhana seperti ini bukan aib, dan masih lebih baik dari pada tinggal di bedeng-bedeng di pinggir kali secara illegal. Ini akan mendukung konsep pembangunan kota tanpa harus menggusur orang miskin, tapi membantu orang miskin hidup lebih layak.

Sumber:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar