
Rabu, 31 Desember 2014
Senin, 15 Desember 2014
Puisi: Perjalanan Anak Bangsa
Perjalanan Anak Bangsa
Karya:
Isyaheni Nurmaya
Aku berjalan antara
melangkah dan tidak
Aku berpikir antara
irasional dan rasional
Mengapa bangsa ku
begitu miskin
Miskin akhlak, miskin
moral, miskin kepercayaan, dan miskin miskin
Dahulu negeri ku terkenal
ramah-tamahnya
Mengapa kini terjadi
teror dimana-mana
Musyarawah, mufakat
hilang ditelan zaman
Oleh angkuhnya
orang-orang yang mengaku modern
Dahulu negeri ku
terkenal kaya raya
Hasil bumi, sawah,
ladang nan hijau
Luas terbentang dari
Sabang sampai Merauke
Nama mu Zamrud
Khatulistiwa
Tapi kini bencana yang
ada
Banjir, tanah longsor,
gempa bumi, tsunami
Oh sungguh mengerikan
Ini ulah manusia juga
Jumat, 05 Desember 2014
Pemikiran Ronggowarsito sebagai Filsuf
Pemikiran Ronggowarsito sebagai Filsuf
Memang Ranggawarsito dalam
karya-karyanya tidak secara langsung atau secara spesifik membahas filsafat sejarah seperti
filsuf-filsuf Barat atau filsuf filsuf lainnya,
tetapi jika dicermati lebih lanjut karya-karyanya seperti Serat Paramayoga, Serat Pustakaraja Purwa, Serat
Sabda Jati,Serat Sabdatama, Serat Jaka Lodhang, Serat Wedharaga, atau Serat
Kalatida, di sana tampak begitu kentalnya muatan filsafat sejarah Ronggowarsito.
Seperti halnya pujangga Jawa lainnya, dalam menulis tentang sejarah Ronggowarsito
banyak menulis mengenai sejarah
raja-raja atau orang-orang besar. Mungkin Ronggowarsito termasuk dalam golongan
yang berpendapat bahwa sejarah adalah sejarah raja- raj a.
Selain itu Ronggowarsito juga
banyak menuliskan ramalan-ramalan sejarah atau jangka, seperti
pujangga dan raja yang terkenal dengan ramalan atau jangkanya yaitu Jayabaya. Memang kebanyakan
pujangga Jawa dalam menulis sejarahnya biasanya mereka juga membuat prediksi, mereka
memang melihat sejarah bukan semata-mata
melihat masa lalu saja, tetapi juga melihat jauh ke masa depan. Dan hal itu sejalan dengan pendapat
modern yang mengatakan bahwa
masa lalu yang kita pelajari melalui sejarah, akan bermakna jika berguna atau
bermanfaat bagi masa depan.
Dari sana banyak kalangan yang
kemudian juga menggolongkan Ronggowarsito sebagai seorang futurolog, dan filsafat
sejarahnya pun bisa juga digolongkan sebagai filsafat sejarah spekulatif. Bahkan
menurut riwayat sebagaimana telah dibahas
di atas, Ronggowarsito bisa memprediksi saat atau waktu kematiannya sendiri, yang ia tuangkan dalam karyanya Sabda
Jati yang ditulisnya delapan hari sebelum kematiannya. Dan bait
terakhir Sabda Jati yang berisi tentang ramalan kematiaannya sendiri tersebut, adalah sebagai
berikut:
pandulune ki Pudjangga dereng kemput, mulur lir benang
tinarik, nanging
kaserang ing umur, andungkup kasidan djati, mulih
sedjatining enggon. Amung kurang wolung
ari kang kadulu, emating pati patitis, wus katon neng lohilmahpul, angumpul ing madya ari, amarengi
ri Buda Pon.
Tanggal kaping lima antaraning
luhur, selaning taun Djimakir, Tolu UmaArjang Djagur, Sengara
winduning pati, netepi ngumpul saenggon.
Tjinitra ri Buda kaping wolulikur,
sawal ing taun Djimakir, tjandraningwarsa pinetung, Nembah
Muksa Pudjangga Dji, Ki pudjangga amit layon
Terjemahannya:
Panglihatan sang
pudjangga belum habis, memandjang seperti benang ditarik, tetapi terserang oleh umur, hampir sampailah
kelepasanja jang sedjati (wafat), pulang ketempat
jang sebenarnja.
Hanja kurang delapan
hari jang terlihat, akan nikmatnja pati jang tepat, telah tampak dalam lauhil ma’fuz, perhitungannja
berkumpul ditengah hari, djatuh pada hari Rebo Pon.
Tanggal lima
antaranja waktu dhuhur, bulan ”sela” (Dulka’idah) didalam tahun djimakir, wuku: Tolu, Padewan: Uma, paringkelan : Arjang, Sangawara: Djagur, windu sangara itulah saat
meninggalnja, perhitunganperhitungan itu terkumpul mendjadi
satu.
Tertulis hari Rebo
tanggal duapuluh delapan, sawal tahun Djimakir, angka tahunja terhitung,
Bersembah-pamit mati pujangga Radja (sangkalan jang bermaksud: tahun 1802 Djawa), ki pudjangga pamit mati ”.
Dan sesuai yang diramalkannya
Ronggowarsito meninggal delapan hari kemudian, tepatnya pada tanggal 24
Desember 1873 dalam usia 71 tahun. Tetapi seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya, ada juga yang berpendapat bahwa ia mengetahui hari kematiannya karena
dihukum mati disebabkan permusuhannya dengan raja yang berkuasa dan
pemerintahan Belanda.
Kemampuan memprediksi seperti itu
memang harus dimiliki seorang pujangga seperti Ronggowarsito, karena sebagai pujangga
ia tidak hanya bertugas sebagai seorang penulis tetapi ia juga harus memiliki
kemampuan dan otoritas menangani persoalan-persoalan dunia spiritual, para
pujanggapun kadangkala juga
disebut sebagai nujum istana. Dalam ekspresi aslinya, pujangga
seperti Ronggowarsito juga harus
memiliki kemampuan sambegana, kecerdasan dan daya ingat kuat, sertanawangkrida,
kemampuan menangkap dan memahami tanda-tanda
alam ataupun zaman yang tidak diketahui oleh orang awam.
Dalam pemikiran Ronggowarsito terlihat sekali begitu
kentalnya unsur sinkretisme antara ajaran Islam dan ajaran Hindu-Budha. Hal itu
bisa kita lihat pada karya-karya
mistik atau tasawufnya seperti Serat Wirid Hidayat Jati atau karya sejarahnya seperti Paramayoga.
Maka dalam penulisan sejarahnya kita juga akan banyak menemui mitos-mitos pewayangan, dewa-dewa Hindu, juga kepercayaan Jawa lainnya yang bercampur dengan
sejarah manusia menurut ajaran
Islam. Untuk lebih jelasnya mengenai filsafat sejarah Ronggowarsito saya akan
menjabarkannya dengan mengacu pada beberapa karya utamanya.
Sumber: http://ciparimakmuncilacap.blogspot.com/2014/03/unsur-unsur-filsafat-sejarah-dalam.html
Selasa, 18 November 2014
Pengaruh Idealisme di Ruang Kelas
“Pengaruh
Idealisme di Ruang Kelas”
Secara historis, idealisme diformulasikan dengan jelas pada abad IV sebelum
masehi oleh Plato (427-347 SM). Semasa Plato hidup kota
Athena adalah kota yang berada dalam kondisi transisi
(peralihan). Peperangan bangsa Persia telah mendorong Athena memasuki era baru.
Seiring dengan adanya peperangan-peperangan tersebut, perdagangan dan
perniagaan tumbuh subur dan orang-orang asing tinggal diberbagai penginapan
Athena dalam jumlah besar untuk meraih keuntungan mendapatkan kekayaan yang
melimpah. Dengan adanya hal itu, muncul berbagai gagasan-gagasan baru ke dalam
lini budaya bangsa Athena. Gagasan-gagasan baru tersebut dapat mengarahkan
warga Athena untuk mengkritisi pengetahuan & nilai-nilai tradisional. Saat
itu pula muncul kelompok baru dari kalangan pengajar (para Shopis. Ajarannya memfokuskan pada individualisme, karena mereka berupaya
menyiapkan warga untuk menghadapi peluang baru terbentuknya masyarakat niaga.
Penekanannya terletak pada individualisme, hal itu disebabkan karena adanya
pergeseran dari budaya komunal masa lalu menuju relativisme dalam bidang
kepercayaan dan nilai.
Proses mengetahui terjadi dalam
pikiran,manusia memperoleh pengetahuan melalui berpikir. Di samping itu,
manusia dapat pula memperoleh pengetahuan melalui intuisi. Bahkan
beberapa filsuf Idealisme percaya bahwa pengetahuan diperoleh dengan cara mengingat
kembali (semua pengetahuan adalah sesuatu yang diingat kembali). Plato
adalah salah seorang penganut pandangan ini. Ia sampai pada kesimpulan tersebut
berdasarkan asumsi bahwa spirit/jiwa manusia bersifat abadi, yang mana
pengetahuan sudah ada di dalam spirit/jiwa sejak manusia dilahirkan.
Para filsuf Idealisme sepakat
bahwa nilai-nilai bersifat abadi. Menurut penganut Idealisme Theistik nilai-nilai
abadi berada pada Tuhan. Baik dan jahat, indah dan jelek diketahui setingkat
dengan ide baik dan ide indah konsisten dengan baik dan indah yang absolut
dalam Tuhan. Penganut Idealisme Pantheistik mengidentikan Tuhan dengan
alam. Nilai-nilai adalah absolut dan tidak berubah (abadi), sebab nilai-nilai
merupakan bagian dari aturan-aturan yang sudah ditentukan alam (Callahan and
Clark, 1983). Sebab itu dapat Anda simpulkan bahwa manusia diperintah oleh
nilai-nilai moral imperatif dan abadi yang bersumber dari Realitas Yang
Absolut.
Bagi aliran idealisme, peserta didik merupakan seorang
pribadi tersendiri, sebagai makhluk spiritual. Mereka yang menganut paham
idealisme senantiasa memperlihatkan bahwa apa yang mereka lakukan merupakan
ekspresi dari keyakinannya, sebagai pusat utama pengalaman pribadinya sebagai
makhluk spiritual. Tentu saja, model pemikiran filsafat idealisme ini dapat
dengan mudah ditransfer ke dalam sistem pengajaran dalam kelas. Guru yang
menganut paham idealisme biasanya berkeyakinan bahwa spiritual merupakan suatu
kenyataan, mereka tidak melihat murid sebagai apa adanya, tanpa adanya
spiritual.
Pendidikan idealisme untuk individual antara lain
bertujuan agar anak didik bisa menjadi kaya dan memiliki kehidupan yang
bermakna, memiliki kepribadian yang harmonis dan penuh warna, hidup bahagia,
mampu menahan berbagai tekanan hidup, dan pada akhirnya diharapkan mampu
membantu individu lainnya untuk hidup lebih baik. Sedangkan tujuan pendidikan
idealisme bagi kehidupan sosial adalah perlunya persaudaraan sesama manusia.
Karena dalam spirit persaudaraan terkandung suatu pendekatan seseorang kepada
yang lain. Seseorang tidak sekadar menuntuk hak pribadinya, namun hubungan
manusia yang satu dengan yang lainnya terbingkai dalam hubungan kemanusiaan
yang saling penuh pengertian dan rasa saling menyayangi. Sedangkan tujuan
secara sintesis dimaksudkan sebagai gabungan antara tujuan individual dengan
sosial sekaligus, yang juga terekspresikan dalam kehidupan yang berkaitan
dengan Tuhan.
Guru dalam sistem pengajaran yang menganut aliran
idealisme berfungsi sebagai: (1) guru adalah personifikasi dari kenyataan si
anak didik; (2) guru harus seorang spesialis dalam suatu ilmu pengetahuan dari
siswa; (3) Guru haruslah menguasai teknik mengajar secara baik; (4) Guru
haruslah menjadi pribadi terbaik, sehingga disegani oleh para murid; (5) Guru
menjadi teman dari para muridnya; (6) Guru harus menjadi pribadi yang mampu
membangkitkan gairah murid untuk belajar; (7) Guru harus bisa menjadi idola
para siswa; (8) Guru harus rajib beribadah, sehingga menjadi insan kamil yang
bisa menjadi teladan para siswanya; (9) Guru harus menjadi pribadi yang
komunikatif; (10) Guru harus mampu mengapresiasi terhadap subjek yang menjadi
bahan ajar yang diajarkannya; (11) Tidak hanya murid, guru pun harus ikut
belajar sebagaimana para siswa belajar; (12) Guru harus merasa bahagia jika
anak muridnya berhasil; (13) Guru haruslah bersikap dmokratis dan mengembangkan
demokrasi; (14) Guru harus mampu belajar, bagaimana pun keadaannya.
Guru menjadi agen penting dalam menolong siswa
mengembangkan potensinya semaksimal mungkin Guru idealis menyajikan bahan
belajar warisan budaya yang terbaik. Membuat siswa berperan dalam menyumbangkan
karya mereka untuk masyarakat. Guru idealis akan menekankan para siswa untuk
menggapai cita- cita tertinggi yang mampu ia raih. Menunjukkan jalan bagi siswa
untuk mencapai yang terbaik dalam hidup. Visi hidup haruslah tinggi sehingga
menginspirasi siswa untuk berjuang lebih keras. Siswa tidak boleh terpengaruh
dengan kondisi sosial yang tidak mendukung pencapaian cita- cita. Siswa
diajarkan untuk berani bermimpi kemudian berjuang keras untuk mewujudkan mimpi-
mimpinya.
Kurikulum yang digunakan dalam pendidikan yang
beraliran idealisme harus lebih memfokuskan pada isi yang objektif. Pengalaman
haruslah lebih banyak daripada pengajaran yang textbook. Agar supaya
pengetahuan dan pengalamannya senantiasa aktual.
Power (1982:89) mengemukakan implikasi filsafat
pendidikan idealisme sebagai berikut :
1). Tujuan
Pendidikan
Pendidikan formal dan informal bertujuan membentuk
karakter, dan mengembangkan bakat atau kemampuan dasar, serta kebaikan sosial. Mengingat
bakatmanusia berbeda-beda maka pendidikan yang diberikan kepada setiap orang
harus sesuaidengan bakatnya masing-masing sehingga kedudukan, jabatan, fungsi
dan tangung jawab setiap orang di dalam masyarakat/negara menjadi teratur
sesuai asas “the right man onthe right place” , dan lebih jauh dari itu
agar manusia hidup sesuai nilai dan norma yang diturunkan dari Yang Absolut.
2).
Kedudukan Siswa
Kedudukan
siswa yang dimaksud disini yaitu siswa bebas untuk
mengembangkan kepribadian dan kemampuan dasarnya/bakatnya.
3). Peranan
Guru
Peranan guru yang dimaksud disini adalah guru dapat bekerja sama dengan
alam dalam proses pengembangan manusia, terutama bertanggung jawab dalam
menciptakan lingkungan pendidikan siswa. Selain itu guru harus unggul
agar menjadi teladan bagi parasiswanya, baik secara moral maupun intelektual.
Tidak ada satu unsur pun yang lebih penting di dalam sistem sekolah selain
guru. Guru harus unggul dalam pengetahuan dan memahami kebutuhan-kebutuhan
serta kemampuan-kemampuan para siswa,
serta guru harus
mendemonstrasikan keunggulan moral dalam keyakinan dan tingkah lakunya. Guru
harus dapat melatih berpikir kreatif
dalam mengembangkan kesempatan bagi pikiran siswa untuk menemukan,
menganalisis, memadukan, mensintesa, dan menciptakan aplikasi-aplikasi
pengetahuan untuk hidup dan berbuat.
4).
Kurikulum
Pendidikan liberal untuk pengembangan kemampuan
rasional, dan pendidikan praktis untuk memproleh pekerjaan. Kurikulumnya
diorganisasi menurut mata pelajaran dan berpusatpada materi pelajaran (subject
matter centered). Karena masyarakat dan Yang Absolut mempunyai peranan
menentukan bagaimana seharusnya individu hidup, maka isi kurikulum tersebut
harus merupakan nilai-nilai kebudayaan yang esensial dalam segala zaman. Sebab,
itu, mata pelajaran atau kurikulum pendidikan itu cenderung berlaku
sama
untuk semua siswa.
5). Metode
Metode yang di gunakan adalah metode dialek. Dimana metode
dialek itu merupakan metode yang dapat mendorong siswa untuk
memperluas cakrawala, yang dapat mendorong untuk berpikir reflektif, mendorong
pilihan-pilihan moral pribadi, memberikan keterampilan-keterampilan berpikir
logis, memberikan kesempatan menggunakan
pengetahuan untuk masalah-masalah moral dan sosial; meningkatkan minat terhadap
isi mata pelajaran, serta dapat mendorong siswa untuk menerima nilai-nilai
peradaban manusia.
Dalam konsep ini, guru harus memandang anak sebagai
tujuan, bukan sabagai alat. Guru harus bertanya pada dirinya sendiri, apakah ia
merupakan contoh yang baik untuk diterima oleh siswanya. Idealisme memiliki
tujuan pendidikan yang pasti dan abadi, dimana tujuan itu berada di luar
kehidupan sekarang ini. Tujuan pendidikan idealisme akan berada di luar
kehidupan manusia itu sendiri, yaitu manusia yang mampu mencapai dunia cita,
manusia yang mampu mencapai dan menikmati kehidupan abadi, yang berasal dari
Tuhan.
Daftar
Pusaka
Noor,
M., (Ed.). 1987. Filsafat dan Teori Pendidikan:
Jilid I Filsafat Pendidikan, Sub Koordinator Mata kuliah filsafat dan Teori
Pendidikan. Bandung:Fakultas Ilmu Pendidikan.
Syaripudin,
T. dan Kurniasih. 2008. Pengantar
Filsafat Pendidikan. Bandung:Percikan Ilmu.
Syam, M.
N.. 1984. Filsafat Pendidikan dan Dasar
Filsafat Pendidikan Pancasila. Surabaya:Usaha Nasional.
Aliran Idelisme
Aliran Idealisme
Abstrak
Idealisme
adalah salah satu aliran filsafat pendidikan yang berpaham bahwa pengetahuan
dan kebenaran tertinggi adalah ide. Semua bentuk realita adalah manifestasi
alam ide. Karena pandangannya yang idealis itulah idealisme sering disebut
sebagai lawan dari aliran realisme. Tetapi, aliran ini justru muncul atas feed
back realisme yang menganggap realitas sebagai kebenaran tertinggi.
Pendahuluan
Secara
logika, antara idealisme dan realisme tidak bisa dipertentangkan. Sebab,
pencetus idealisme (Plato) adalah murid dari pencetus realisme (Socrates). Jika
demikian, apakah mungkin Plato seorang idealis yang juga realis? Dengan
pertanyaan lain, apakah Sokrates yang realis juga seorang idealis? Apa sesungguhnya
hakekat ide dan riil atau materi itu?
Idealisme
menganggap, bahwa yang konkret hanyalah bayang-bayang, yang terdapat dalam akal
pikiran manusia. Kaum idealisme sering menyebutnya dengan
ide atau gagasan. Seorang realisme tidak menyetujui pandangan tersebut.
Kaum realisme berpendapat bahwa yang ada itu adalah yang nyata, riil, empiris,
bisa dipegang, bisa diamati dan lain-lain. Dengan kata lain sesuatu yang
nyata adalah sesuatu yang bisa diindrakan (bisa diterima oleh panca indra).
A.
Ontologis Aliran Idealisme
Aliran ini
merupakan aliran yang sangat penting dalam perkembangan sejarah pemikiran
manusia. Mula-mula dalam filsafat barat yangditemui dalam bentuk ajaran yang
murni dari Plato. Plato menyatakan bahwa alam cita-cita itu adalah yang
merupakan kenyataan sebenarnya. Adapun alam nyata yang menempati ruang ini
hanya berupa bayangan saja dari alam ide.
Aristoteles memberikan sifat kerohanian dengan ajarannya yang menggambarkan
alam ide sebagai suatu tenaga yang berada dalam benda-benda dan menjalankan
pengaruhnya dari benda itu. Sebenarnya dapat dikatakan bahwa paham idealisme
sepanjang masa tidak pernah hilang sama sekali. Di masa abad pertengahan
malahan satu-satunya pendapat yang disepakati oleh semua ahli pikir adalah
dasar idealisme ini.
Pada jaman Aufklarung para filosof yang mengakui aliran serba dua (dualisme)
seperti Descartes dan Spinoza yang mengenal dua pokok yang bersifat
kerohanian dan kebendaan, maupun keduanya mengakui bahwa unsur kerohanian lebih
penting daripada kebendaan. Selain itu, segenap kaum agama sekaligus dapat
digolongkan kepada penganut idealisme yang paling setia sepanjang masa,
walaupun mereka tidak memiliki dalil-dalil filsafat yang mendalam. Puncak jaman
idealisme pada masa abad ke-18 dan 19 ketika periode idealisme.
Secara historis, idealisme diformulasikan dengan jelas pada abad IV sebelum
masehi oleh Plato (427-347 SM). Semasa Plato hidup kota Athena adalah kota
yang berada dalam kondisi transisi (peralihan). Peperangan bangsa Persia telah
mendorong Athena memasuki era baru. Seiring dengan adanya peperangan-peperangan
tersebut, perdagangan dan perniagaan tumbuh subur dan orang-orang asing tinggal
diberbagai penginapan Athena dalam jumlah besar untuk meraih keuntungan
mendapatkan kekayaan yang melimpah. Dengan adanya hal itu, muncul berbagai
gagasan-gagasan baru ke dalam lini budaya bangsa Athena. Gagasan-gagasan baru
tersebut dapat mengarahkan warga Athena untuk mengkritisi pengetahuan &
nilai-nilai tradisional. Saat itu pula muncul kelompok baru dari kalangan
pengajar (para Shopis. Ajarannya memfokuskan pada
individualisme, karena mereka berupaya menyiapkan warga untuk menghadapi
peluang baru terbentuknya masyarakat niaga. Penekanannya terletak pada
individualisme, hal itu disebabkan karena adanya pergeseran dari budaya komunal
masa lalu menuju relativisme dalam bidang kepercayaan dan nilai.
Aliran filsafat Plato dapat dilihat sebagai suatu
reaksi terhadap kondisi perubahan terus-menerus yang telah meruntuhkan budaya
Athena lama. Ia merumuskan kebenaran sebagai sesuatu yang sempurna
dan abadi (eternal). Dan sudah terbukti, bahwa dunia eksistensi
keseharian senantiasa mengalami perubahan. Dengan demikian, kebenaran tidak
bisa ditemukan dalam dunia materi yang tidak sempurna dan
berubah. Plato percaya bahwa disana terdapat kebenaran yang universal dan dapat
disetujui oleh semua orang. Contohnya dapat ditemukan pada matematika, bahwa 5
+ 7 = 12 adalah selalu benar (merupakan kebenaran apriori), contoh tersebut
sekarang benar, dan bahkan di waktu yang akan datang pasti
akan tetap benar.
B.
Epistimologi
Aliran Idealisme
Proses
mengetahui terjadi dalam pikiran,manusia memperoleh pengetahuan melalui berpikir.
Di samping itu, manusia dapat pula memperoleh pengetahuan melalui intuisi.
Bahkan beberapa filsuf Idealisme percaya bahwa pengetahuan diperoleh dengan
cara mengingat kembali (semua pengetahuan adalah sesuatu yang diingat
kembali). Plato adalah salah seorang penganut pandangan ini. Ia sampai pada
kesimpulan tersebut berdasarkan asumsi bahwa spirit/jiwa manusia bersifat
abadi, yang mana pengetahuan sudah ada di dalam spirit/jiwa sejak manusia
dilahirkan.
Bagi
penganut Idealisme Objective seperti Plato, ide-ide merupakan esensi
yang keberadaannya bebas dari pendirian. Sedangkan bagi penganut Idealisme
Subjectiveseperti George Barkeley, bahwa manusia hanya dapat mengetahui
dengan apa yang ia persepsi. Karena itu, pengetahuan manusia hanyalah merupakan
keadaan dari pikirannya atau idenya. Adapun setiap rangsangan yang diterima
oleh pikiran hakikatnya diturunkan atau bersumber dari Tuhan, Tuhan adalah
Spirit Yang Tak Terbatas (Callahan and Clark, 1983).
Sehubungan
dengan hal di atas, kebenaran (pengetahuan yang benar) hanya mungkin didapat
oleh orang-orang tertentu yang memiliki pikiran yang baik saja, sedangkan
kebanyakan orang hanya sampai pada tingkat pendapat” (Edward J. Power, 1982).
Adapun uji kebenaran pengetahuan dilakukan melalui uji konsistensi atau koherensi
dari ide-idenya. Sebab itu teori uji keberanannya dikenal sebagai TeoriKonsistensi/Teori
Koherensi. Contoh: “Semua makhluk bersifat fana (dapat rusak atau mati),
Iqbal adalah makhluk, sebab itu Iqbal akan mati”. Pengetahuan ini adalah benar,
sebab ide-idenya koheren atau konsisten. “Jalan merupakan urat nadi
perekonomian masyarakat, Amin bunuh diri dengan jalan memutuskan urat nadinya,
karena itu Amin telah membunuh jalannya perekonomian masyarakat”. Pengetahuan
ini adalah salah, sebab ide-idenya tidak konsisten/tidak koheren.
C.
Aksologis Aliran Idealisme
Kehidupan manusia diatur oleh kewajiban-kewajiban moral yang diturunkan dari pendapat tentang kenyataan atau metafisika.Sedangkan
para
filsuf Idealisme sepakat bahwa nilai-nilai bersifatabadi. Menurut penganut Idealisme
Theistik nilai-nilai abadi berada pada Tuhan. Baik dan jahat, indah dan
jelek diketahui setingkat dengan ide baik dan ide indah konsisten dengan baik
dan indah yang absolut dalam Tuhan. Penganut Idealisme Pantheistik mengidentikan
Tuhan dengan alam. Nilai-nilai adalah absolut dan tidak berubah (abadi), sebab
nilai-nilai merupakan bagian dari aturan-aturan yang sudah ditentukan alam
(Callahan and Clark, 1983). Sebab itu dapat Anda simpulkan bahwa manusia
diperintah oleh nilai-nilai moral imperatif dan abadi yang bersumber dari
Realitas Yang Absolut.
Kesimpulan
Aliran ini
merupakan aliran yang sangat penting dalam perkembangan sejarah pemikiran
manusia. Mula-mula dalam filsafat barat yangditemui dalam bentuk ajaran yang
murni dari Plato. Plato menyatakan bahwa alam cita-cita itu adalah yang
merupakan kenyataan sebenarnya. Adapun alam nyata yang menempati ruang ini
hanya berupa bayangan saja dari alam ide.
Aristoteles memberikan sifat kerohanian dengan ajarannya yang menggambarkan
alam ide sebagai suatu tenaga yang berada dalam benda-benda dan menjalankan
pengaruhnya dari benda itu. Sebenarnya dapat dikatakan bahwa paham idealisme
sepanjang masa tidak pernah hilang sama sekali. Di masa abad pertengahan
malahan satu-satunya pendapat yang disepakati oleh semua ahli pikir adalah
dasar idealisme ini.
Bagi penganut
Idealisme Objective seperti Plato, ide-ide merupakan esensi yang
keberadaannya bebas dari pendirian. Sedangkan bagi penganut Idealisme
Subjectiveseperti George Barkeley, bahwa manusia hanya dapat mengetahui
dengan apa yang ia persepsi. Karena itu, pengetahuan manusia hanyalah merupakan
keadaan dari pikirannya atau idenya. Adapun setiap rangsangan yang diterima
oleh pikiran hakikatnya diturunkan atau bersumber dari Tuhan, Tuhan adalah
Spirit Yang Tak Terbatas (Callahan and Clark, 1983).
Kehidupan manusia diatur oleh kewajiban-kewajiban moral yang
diturunkan dari pendapat tentang kenyataan atau metafisika.Sedangkan para
filsuf Idealisme sepakat bahwa nilai-nilai bersifatabadi. Menurut penganut Idealisme
Theistik nilai-nilai abadi berada pada Tuhan. Baik dan jahat, indah dan
jelek diketahui setingkat dengan ide baik dan ide indah konsisten dengan baik
dan indah yang absolut dalam Tuhan. Penganut Idealisme Pantheistikmengidentikan
Tuhan dengan alam. Nilai-nilai adalah absolut dan tidak berubah (abadi), sebab
nilai-nilai merupakan bagian dari aturan-aturan yang sudah ditentukan alam
(Callahan and Clark, 1983). Sebab itu dapat Anda simpulkan bahwa manusia
diperintah oleh nilai-nilai moral imperatif dan abadi yang bersumber dari
Realitas Yang Absolut.
Daftar Pusaka
Noor, M., (Ed.), (1987), Filsafat
dan Teori Pendidikan: Jilid I Filsafat Pendidikan, Sub
Koordinator Mata kuliah filsafat
dan Teori Pendidikan, Fakultas Ilmu Pendidikan,
IKIP Bandung.
Syaripudin, T. dan Kurniasih,
(2008), Pengantar Filsafat Pendidikan, Bandung, Percikan Ilmu.
Syam, M. N., (1984), Filsafat
Pendidikan dan Dasar Filsafat Pendidikan Pancasila,
Usaha Nasional, Surabaya.
Langganan:
Postingan (Atom)