Senin, 15 Desember 2014

Puisi: Perjalanan Anak Bangsa

Perjalanan Anak Bangsa

Karya: Isyaheni Nurmaya

Aku berjalan antara melangkah dan tidak
Aku berpikir antara irasional dan rasional
Mengapa bangsa ku begitu miskin
Miskin akhlak, miskin moral, miskin kepercayaan, dan miskin miskin

Dahulu negeri ku terkenal ramah-tamahnya
Mengapa kini terjadi teror dimana-mana
Musyarawah, mufakat hilang ditelan zaman
Oleh angkuhnya orang-orang yang mengaku modern

Dahulu negeri ku terkenal kaya raya
Hasil bumi, sawah, ladang nan hijau
Luas terbentang dari Sabang sampai Merauke
Nama mu Zamrud Khatulistiwa

Tapi kini bencana yang ada
Banjir, tanah longsor, gempa bumi, tsunami
Oh sungguh mengerikan

Ini ulah manusia juga

Jumat, 05 Desember 2014

Pemikiran Ronggowarsito sebagai Filsuf

Pemikiran Ronggowarsito sebagai Filsuf


Memang Ranggawarsito dalam karya-karyanya tidak secara langsung atau secara spesifik membahas filsafat sejarah seperti filsuf-filsuf Barat atau filsuf ­filsuf lainnya, tetapi jika dicermati lebih lanjut karya-karyanya seperti Serat ParamayogaSerat Pustakaraja PurwaSerat Sabda Jati,Serat SabdatamaSerat Jaka LodhangSerat Wedharaga, atau Serat Kalatida, di sana tampak begitu kentalnya muatan filsafat sejarah Ronggowarsito. Seperti halnya pujangga Jawa lainnya, dalam menulis tentang sejarah Ronggowarsito banyak menulis mengenai sejarah raja-raja atau orang-orang besar. Mungkin Ronggowarsito termasuk dalam golongan yang berpendapat bahwa sejarah adalah sejarah raja- raj a.

Selain itu Ronggowarsito juga banyak menuliskan ramalan-ramalan sejarah atau jangka, seperti pujangga dan raja yang terkenal dengan ramalan atau jangka­nya yaitu Jayabaya. Memang kebanyakan pujangga Jawa dalam menulis sejarahnya biasanya mereka juga membuat prediksi, mereka memang melihat sejarah bukan semata-mata melihat masa lalu saja, tetapi juga melihat jauh ke masa depan. Dan hal itu sejalan dengan pendapat modern yang mengatakan bahwa masa lalu yang kita pelajari melalui sejarah, akan bermakna jika berguna atau bermanfaat bagi masa depan.

Dari sana banyak kalangan yang kemudian juga menggolongkan Ronggowarsito sebagai seorang futurolog, dan filsafat sejarahnya pun bisa juga digolongkan sebagai filsafat sejarah spekulatif. Bahkan menurut riwayat sebagaimana telah dibahas di atas, Ronggowarsito bisa memprediksi saat atau waktu kematiannya sendiri, yang ia tuangkan dalam karyanya Sabda Jati yang ditulisnya delapan hari sebelum kematiannya. Dan bait terakhir Sabda Jati yang berisi tentang ramalan kematiaannya sendiri tersebut, adalah sebagai berikut:

pandulune ki Pudjangga dereng kemput, mulur lir benang tinarik, nanging
kaserang ing umur, andungkup kasidan djati, mulih sedjatining enggon. Amung kurang wolung ari kang kadulu, emating pati patitis, wus katon neng lohilmahpul, angumpul ing madya ari, amarengi ri Buda Pon.
Tanggal kaping lima antaraning luhur, selaning taun Djimakir, Tolu UmaArjang Djagur, Sengara winduning pati, netepi ngumpul saenggon.
Tjinitra ri Buda kaping wolulikur, sawal ing taun Djimakir, tjandraningwarsa pinetung, Nembah Muksa Pudjangga Dji, Ki pudjangga amit layon
Terjemahannya:
Panglihatan sang pudjangga belum habis, memandjang seperti benang ditarik, tetapi terserang oleh umur, hampir sampailah kelepasanja jang sedjati (wafat), pulang ketempat jang sebenarnja.
Hanja kurang delapan hari jang terlihat, akan nikmatnja pati jang tepat, telah tampak dalam lauhil ma’fuz, perhitungannja berkumpul ditengah hari, djatuh pada hari Rebo Pon.
Tanggal lima antaranja waktu dhuhur, bulan ”sela” (Dulka’idah) didalam tahun djimakir, wuku: Tolu, Padewan: Uma, paringkelan : Arjang, Sangawara: Djagur, windu sangara itulah saat meninggalnja, perhitungan­perhitungan itu terkumpul mendjadi satu.
Tertulis hari Rebo tanggal duapuluh delapan, sawal tahun Djimakir, angka tahunja terhitung, Bersembah-pamit mati pujangga Radja (sangkalan jang bermaksud: tahun 1802 Djawa), ki pudjangga pamit mati ”.

Dan sesuai yang diramalkannya Ronggowarsito meninggal delapan hari kemudian, tepatnya pada tanggal 24 Desember 1873 dalam usia 71 tahun. Tetapi seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, ada juga yang berpendapat bahwa ia mengetahui hari kematiannya karena dihukum mati disebabkan permusuhannya dengan raja yang berkuasa dan pemerintahan Belanda.

Kemampuan memprediksi seperti itu memang harus dimiliki seorang pujangga seperti Ronggowarsito, karena sebagai pujangga ia tidak hanya bertugas sebagai seorang penulis tetapi ia juga harus memiliki kemampuan dan otoritas menangani persoalan-persoalan dunia spiritual, para pujanggapun kadangkala juga disebut sebagai nujum istana. Dalam ekspresi aslinya, pujangga seperti Ronggowarsito juga harus memiliki kemampuan sambegana, kecerdasan dan daya ingat kuat, sertanawangkrida, kemampuan menangkap dan memahami tanda-tanda alam ataupun zaman yang tidak diketahui oleh orang awam.

Dalam pemikiran Ronggowarsito terlihat sekali begitu kentalnya unsur sinkretisme antara ajaran Islam dan ajaran Hindu-Budha. Hal itu bisa kita lihat pada karya-karya mistik atau tasawufnya seperti Serat Wirid Hidayat Jati atau karya sejarahnya seperti Paramayoga. Maka dalam penulisan sejarahnya kita juga akan banyak menemui mitos-mitos pewayangan, dewa-dewa Hindu, juga kepercayaan Jawa lainnya yang bercampur dengan sejarah manusia menurut ajaran Islam. Untuk lebih jelasnya mengenai filsafat sejarah Ronggowarsito saya akan menjabarkannya dengan mengacu pada beberapa karya utamanya.







Sumber: http://ciparimakmuncilacap.blogspot.com/2014/03/unsur-unsur-filsafat-sejarah-dalam.html

Selasa, 18 November 2014

Pengaruh Idealisme di Ruang Kelas

Pengaruh Idealisme di Ruang Kelas

Secara historis, idealisme diformulasikan dengan jelas pada abad IV sebelum masehi oleh Plato (427-347 SM). Semasa Plato hidup kota Athena adalah kota yang berada dalam kondisi transisi (peralihan). Peperangan bangsa Persia telah mendorong Athena memasuki era baru. Seiring dengan adanya peperangan-peperangan tersebut, perdagangan dan perniagaan tumbuh subur dan orang-orang asing tinggal diberbagai penginapan Athena dalam jumlah besar untuk meraih keuntungan mendapatkan kekayaan yang melimpah. Dengan adanya hal itu, muncul berbagai gagasan-gagasan baru ke dalam lini budaya bangsa Athena. Gagasan-gagasan baru tersebut dapat mengarahkan warga Athena untuk mengkritisi pengetahuan & nilai-nilai tradisional. Saat itu pula muncul kelompok baru dari kalangan pengajar (para Shopis. Ajarannya memfokuskan pada individualisme, karena mereka berupaya menyiapkan warga untuk menghadapi peluang baru terbentuknya masyarakat niaga. Penekanannya terletak pada individualisme, hal itu disebabkan karena adanya pergeseran dari budaya komunal masa lalu menuju relativisme dalam bidang kepercayaan dan nilai.

Proses mengetahui terjadi dalam pikiran,manusia memperoleh pengetahuan melalui berpikir. Di samping itu, manusia dapat pula memperoleh pengetahuan melalui intuisi. Bahkan beberapa filsuf Idealisme percaya bahwa pengetahuan diperoleh dengan cara mengingat kembali (semua pengetahuan adalah sesuatu yang diingat kembali). Plato adalah salah seorang penganut pandangan ini. Ia sampai pada kesimpulan tersebut berdasarkan asumsi bahwa spirit/jiwa manusia bersifat abadi, yang mana pengetahuan sudah ada di dalam spirit/jiwa sejak manusia dilahirkan.

Para filsuf Idealisme sepakat bahwa nilai-nilai bersifat abadi. Menurut penganut Idealisme Theistik nilai-nilai abadi berada pada Tuhan. Baik dan jahat, indah dan jelek diketahui setingkat dengan ide baik dan ide indah konsisten dengan baik dan indah yang absolut dalam Tuhan. Penganut Idealisme Pantheistik mengidentikan Tuhan dengan alam. Nilai-nilai adalah absolut dan tidak berubah (abadi), sebab nilai-nilai merupakan bagian dari aturan-aturan yang sudah ditentukan alam (Callahan and Clark, 1983). Sebab itu dapat Anda simpulkan bahwa manusia diperintah oleh nilai-nilai moral imperatif dan abadi yang bersumber dari Realitas Yang Absolut.


Bagi aliran idealisme, peserta didik merupakan seorang pribadi tersendiri, sebagai makhluk spiritual. Mereka yang menganut paham idealisme senantiasa memperlihatkan bahwa apa yang mereka lakukan merupakan ekspresi dari keyakinannya, sebagai pusat utama pengalaman pribadinya sebagai makhluk spiritual. Tentu saja, model pemikiran filsafat idealisme ini dapat dengan mudah ditransfer ke dalam sistem pengajaran dalam kelas. Guru yang menganut paham idealisme biasanya berkeyakinan bahwa spiritual merupakan suatu kenyataan, mereka tidak melihat murid sebagai apa adanya, tanpa adanya spiritual.

Pendidikan idealisme untuk individual antara lain bertujuan agar anak didik bisa menjadi kaya dan memiliki kehidupan yang bermakna, memiliki kepribadian yang harmonis dan penuh warna, hidup bahagia, mampu menahan berbagai tekanan hidup, dan pada akhirnya diharapkan mampu membantu individu lainnya untuk hidup lebih baik. Sedangkan tujuan pendidikan idealisme bagi kehidupan sosial adalah perlunya persaudaraan sesama manusia. Karena dalam spirit persaudaraan terkandung suatu pendekatan seseorang kepada yang lain. Seseorang tidak sekadar menuntuk hak pribadinya, namun hubungan manusia yang satu dengan yang lainnya terbingkai dalam hubungan kemanusiaan yang saling penuh pengertian dan rasa saling menyayangi. Sedangkan tujuan secara sintesis dimaksudkan sebagai gabungan antara tujuan individual dengan sosial sekaligus, yang juga terekspresikan dalam kehidupan yang berkaitan dengan Tuhan.

Guru dalam sistem pengajaran yang menganut aliran idealisme berfungsi sebagai: (1) guru adalah personifikasi dari kenyataan si anak didik; (2) guru harus seorang spesialis dalam suatu ilmu pengetahuan dari siswa; (3) Guru haruslah menguasai teknik mengajar secara baik; (4) Guru haruslah menjadi pribadi terbaik, sehingga disegani oleh para murid; (5) Guru menjadi teman dari para muridnya; (6) Guru harus menjadi pribadi yang mampu membangkitkan gairah murid untuk belajar; (7) Guru harus bisa menjadi idola para siswa; (8) Guru harus rajib beribadah, sehingga menjadi insan kamil yang bisa menjadi teladan para siswanya; (9) Guru harus menjadi pribadi yang komunikatif; (10) Guru harus mampu mengapresiasi terhadap subjek yang menjadi bahan ajar yang diajarkannya; (11) Tidak hanya murid, guru pun harus ikut belajar sebagaimana para siswa belajar; (12) Guru harus merasa bahagia jika anak muridnya berhasil; (13) Guru haruslah bersikap dmokratis dan mengembangkan demokrasi; (14) Guru harus mampu belajar, bagaimana pun keadaannya.

Guru menjadi agen penting dalam menolong siswa mengembangkan potensinya semaksimal mungkin Guru idealis menyajikan bahan belajar warisan budaya yang terbaik. Membuat siswa berperan dalam menyumbangkan karya mereka untuk masyarakat. Guru idealis akan menekankan para siswa untuk menggapai cita- cita tertinggi yang mampu ia raih. Menunjukkan jalan bagi siswa untuk mencapai yang terbaik dalam hidup. Visi hidup haruslah tinggi sehingga menginspirasi siswa untuk berjuang lebih keras. Siswa tidak boleh terpengaruh dengan kondisi sosial yang tidak mendukung pencapaian cita- cita. Siswa diajarkan untuk berani bermimpi kemudian berjuang keras untuk mewujudkan mimpi- mimpinya.

Kurikulum yang digunakan dalam pendidikan yang beraliran idealisme harus lebih memfokuskan pada isi yang objektif. Pengalaman haruslah lebih banyak daripada pengajaran yang textbook. Agar supaya pengetahuan dan pengalamannya senantiasa aktual.



Power (1982:89) mengemukakan implikasi filsafat pendidikan idealisme sebagai berikut :
1). Tujuan Pendidikan
Pendidikan formal dan informal bertujuan membentuk karakter, dan mengembangkan bakat atau kemampuan dasar, serta kebaikan sosial. Mengingat bakatmanusia berbeda-beda maka pendidikan yang diberikan kepada setiap orang harus sesuaidengan bakatnya masing-masing sehingga kedudukan, jabatan, fungsi dan tangung jawab setiap orang di dalam masyarakat/negara menjadi teratur sesuai asas “the right man onthe right place” , dan lebih jauh dari itu agar manusia hidup sesuai nilai dan norma yang diturunkan dari Yang Absolut.
2). Kedudukan Siswa
Kedudukan siswa yang dimaksud disini yaitu siswa bebas untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan dasarnya/bakatnya.
3). Peranan Guru
Peranan guru yang dimaksud disini adalah guru dapat bekerja sama dengan alam dalam proses pengembangan manusia, terutama bertanggung jawab dalam menciptakan lingkungan pendidikan siswa. Selain itu guru harus unggul agar menjadi teladan bagi parasiswanya, baik secara moral maupun intelektual. Tidak ada satu unsur pun yang lebih penting di dalam sistem sekolah selain guru. Guru harus unggul dalam pengetahuan dan memahami kebutuhan-kebutuhan serta kemampuan-kemampuan para siswa,  serta guru  harus mendemonstrasikan keunggulan moral dalam keyakinan dan tingkah lakunya. Guru harus dapat  melatih berpikir kreatif dalam mengembangkan kesempatan bagi pikiran siswa untuk menemukan, menganalisis, memadukan, mensintesa, dan menciptakan aplikasi-aplikasi pengetahuan untuk hidup dan berbuat.
4). Kurikulum
Pendidikan liberal untuk pengembangan kemampuan rasional, dan pendidikan praktis untuk memproleh pekerjaan. Kurikulumnya diorganisasi menurut mata pelajaran dan berpusatpada materi pelajaran (subject matter centered). Karena masyarakat dan Yang Absolut mempunyai peranan menentukan bagaimana seharusnya individu hidup, maka isi kurikulum tersebut harus merupakan nilai-nilai kebudayaan yang esensial dalam segala zaman. Sebab, itu, mata pelajaran atau kurikulum pendidikan itu cenderung berlaku
sama untuk semua siswa.
5). Metode
Metode yang di gunakan adalah metode dialek. Dimana metode dialek itu merupakan  metode  yang dapat mendorong siswa untuk memperluas cakrawala, yang dapat mendorong untuk berpikir reflektif, mendorong pilihan-pilihan moral pribadi, memberikan keterampilan-keterampilan berpikir logis,  memberikan kesempatan menggunakan pengetahuan untuk masalah-masalah moral dan sosial; meningkatkan minat terhadap isi mata pelajaran, serta dapat mendorong siswa untuk menerima nilai-nilai peradaban manusia.

Dalam konsep ini, guru harus memandang anak sebagai tujuan, bukan sabagai alat. Guru harus bertanya pada dirinya sendiri, apakah ia merupakan contoh yang baik untuk diterima oleh siswanya. Idealisme memiliki tujuan pendidikan yang pasti dan abadi, dimana tujuan itu berada di luar kehidupan sekarang ini. Tujuan pendidikan idealisme akan berada di luar kehidupan manusia itu sendiri, yaitu manusia yang mampu mencapai dunia cita, manusia yang mampu mencapai dan menikmati kehidupan abadi, yang berasal dari Tuhan.


Daftar Pusaka
Noor, M., (Ed.). 1987. Filsafat dan Teori Pendidikan: Jilid I Filsafat Pendidikan, Sub Koordinator Mata kuliah filsafat dan Teori Pendidikan. Bandung:Fakultas Ilmu Pendidikan.
Syaripudin, T. dan Kurniasih. 2008. Pengantar Filsafat Pendidikan. Bandung:Percikan Ilmu.

Syam, M. N.. 1984. Filsafat Pendidikan dan Dasar Filsafat Pendidikan Pancasila. Surabaya:Usaha Nasional.

Aliran Idelisme

Aliran Idealisme

Abstrak
Idealisme adalah salah satu aliran filsafat pendidikan yang berpaham bahwa pengetahuan dan kebenaran tertinggi adalah ide. Semua bentuk realita adalah manifestasi alam ide. Karena pandangannya yang idealis itulah idealisme sering disebut sebagai lawan dari aliran realisme. Tetapi, aliran ini justru muncul atas feed back realisme yang menganggap realitas sebagai kebenaran tertinggi.

Pendahuluan
Secara logika, antara idealisme dan realisme tidak bisa dipertentangkan. Sebab, pencetus idealisme (Plato) adalah murid dari pencetus realisme (Socrates). Jika demikian, apakah mungkin Plato seorang idealis yang juga realis? Dengan pertanyaan lain, apakah Sokrates yang realis juga seorang idealis? Apa sesungguhnya hakekat ide dan riil atau materi itu?

Idealisme menganggap, bahwa yang konkret hanyalah bayang-bayang, yang terdapat dalam akal pikiran manusia. Kaum idealisme sering menyebutnya dengan ide atau gagasan. Seorang realisme tidak menyetujui pandangan tersebut. Kaum realisme berpendapat bahwa yang ada itu adalah yang nyata, riil, empiris, bisa dipegang, bisa diamati dan lain-lain. Dengan kata lain sesuatu yang nyata adalah sesuatu yang bisa diindrakan (bisa diterima oleh panca indra).

A.          Ontologis Aliran Idealisme

Aliran ini merupakan aliran yang sangat penting dalam perkembangan sejarah pemikiran manusia. Mula-mula dalam filsafat barat yangditemui dalam bentuk ajaran yang murni dari Plato. Plato menyatakan bahwa alam cita-cita itu adalah yang merupakan kenyataan sebenarnya. Adapun alam nyata yang menempati ruang ini hanya berupa bayangan saja dari alam ide.

Aristoteles memberikan sifat kerohanian dengan ajarannya yang menggambarkan alam ide sebagai suatu tenaga yang berada dalam benda-benda dan menjalankan pengaruhnya dari benda itu. Sebenarnya dapat dikatakan bahwa paham idealisme sepanjang masa tidak pernah hilang sama sekali. Di masa abad pertengahan malahan satu-satunya pendapat yang disepakati oleh semua ahli pikir adalah dasar idealisme ini.

Pada jaman Aufklarung para filosof yang mengakui aliran serba dua (dualisme) seperti Descartes dan Spinoza yang mengenal dua pokok yang bersifat kerohanian dan kebendaan, maupun keduanya mengakui bahwa unsur kerohanian lebih penting daripada kebendaan. Selain itu, segenap kaum agama sekaligus dapat digolongkan kepada penganut idealisme yang paling setia sepanjang masa, walaupun mereka tidak memiliki dalil-dalil filsafat yang mendalam. Puncak jaman idealisme pada masa abad ke-18 dan 19 ketika periode idealisme.

Secara historis, idealisme diformulasikan dengan jelas pada abad IV sebelum masehi oleh Plato (427-347 SM). Semasa Plato hidup kota Athena adalah kota yang berada dalam kondisi transisi (peralihan). Peperangan bangsa Persia telah mendorong Athena memasuki era baru. Seiring dengan adanya peperangan-peperangan tersebut, perdagangan dan perniagaan tumbuh subur dan orang-orang asing tinggal diberbagai penginapan Athena dalam jumlah besar untuk meraih keuntungan mendapatkan kekayaan yang melimpah. Dengan adanya hal itu, muncul berbagai gagasan-gagasan baru ke dalam lini budaya bangsa Athena. Gagasan-gagasan baru tersebut dapat mengarahkan warga Athena untuk mengkritisi pengetahuan & nilai-nilai tradisional. Saat itu pula muncul kelompok baru dari kalangan pengajar (para Shopis. Ajarannya memfokuskan pada individualisme, karena mereka berupaya menyiapkan warga untuk menghadapi peluang baru terbentuknya masyarakat niaga. Penekanannya terletak pada individualisme, hal itu disebabkan karena adanya pergeseran dari budaya komunal masa lalu menuju relativisme dalam bidang kepercayaan dan nilai.

Aliran filsafat Plato dapat dilihat sebagai suatu reaksi terhadap kondisi perubahan terus-menerus yang telah meruntuhkan budaya Athena lama. Ia merumuskan kebenaran sebagai sesuatu yang sempurna dan abadi (eternal). Dan sudah terbukti, bahwa dunia eksistensi keseharian senantiasa mengalami perubahan. Dengan demikian, kebenaran tidak bisa ditemukan dalam dunia materi yang tidak sempurna dan berubah. Plato percaya bahwa disana terdapat kebenaran yang universal dan dapat disetujui oleh semua orang. Contohnya dapat ditemukan pada matematika, bahwa 5 + 7 = 12 adalah selalu benar (merupakan kebenaran apriori), contoh tersebut sekarang benar, dan bahkan di waktu yang akan datang pasti akan tetap benar.


B.          Epistimologi Aliran Idealisme

Proses mengetahui terjadi dalam pikiran,manusia memperoleh pengetahuan melalui berpikir. Di samping itu, manusia dapat pula memperoleh pengetahuan melalui intuisi. Bahkan beberapa filsuf Idealisme percaya bahwa pengetahuan diperoleh dengan cara mengingat kembali (semua pengetahuan adalah sesuatu yang diingat kembali). Plato adalah salah seorang penganut pandangan ini. Ia sampai pada kesimpulan tersebut berdasarkan asumsi bahwa spirit/jiwa manusia bersifat abadi, yang mana pengetahuan sudah ada di dalam spirit/jiwa sejak manusia dilahirkan.

Bagi penganut Idealisme Objective seperti Plato, ide-ide merupakan esensi yang keberadaannya bebas dari pendirian. Sedangkan bagi penganut Idealisme Subjectiveseperti George Barkeley, bahwa manusia hanya dapat mengetahui dengan apa yang ia persepsi. Karena itu, pengetahuan manusia hanyalah merupakan keadaan dari pikirannya atau idenya. Adapun setiap rangsangan yang diterima oleh pikiran hakikatnya diturunkan atau bersumber dari Tuhan, Tuhan adalah Spirit Yang Tak Terbatas (Callahan and Clark, 1983).

Sehubungan dengan hal di atas, kebenaran (pengetahuan yang benar) hanya mungkin didapat oleh orang-orang tertentu yang memiliki pikiran yang baik saja, sedangkan kebanyakan orang hanya sampai pada tingkat pendapat” (Edward J. Power, 1982). Adapun uji kebenaran pengetahuan dilakukan melalui uji konsistensi atau koherensi dari ide-idenya. Sebab itu teori uji keberanannya dikenal sebagai TeoriKonsistensi/Teori Koherensi. Contoh: “Semua makhluk bersifat fana (dapat rusak atau mati), Iqbal adalah makhluk, sebab itu Iqbal akan mati”. Pengetahuan ini adalah benar, sebab ide-idenya koheren atau konsisten. “Jalan merupakan urat nadi perekonomian masyarakat, Amin bunuh diri dengan jalan memutuskan urat nadinya, karena itu Amin telah membunuh jalannya perekonomian masyarakat”. Pengetahuan ini adalah salah, sebab ide-idenya tidak konsisten/tidak koheren.

C.          Aksologis Aliran Idealisme

Kehidupan manusia diatur oleh kewajiban-kewajiban moral yang diturunkan dari pendapat tentang kenyataan atau metafisika.Sedangkan para filsuf Idealisme sepakat bahwa nilai-nilai bersifatabadi. Menurut penganut Idealisme Theistik nilai-nilai abadi berada pada Tuhan. Baik dan jahat, indah dan jelek diketahui setingkat dengan ide baik dan ide indah konsisten dengan baik dan indah yang absolut dalam Tuhan. Penganut Idealisme Pantheistik mengidentikan Tuhan dengan alam. Nilai-nilai adalah absolut dan tidak berubah (abadi), sebab nilai-nilai merupakan bagian dari aturan-aturan yang sudah ditentukan alam (Callahan and Clark, 1983). Sebab itu dapat Anda simpulkan bahwa manusia diperintah oleh nilai-nilai moral imperatif dan abadi yang bersumber dari Realitas Yang Absolut.


Kesimpulan

Aliran ini merupakan aliran yang sangat penting dalam perkembangan sejarah pemikiran manusia. Mula-mula dalam filsafat barat yangditemui dalam bentuk ajaran yang murni dari Plato. Plato menyatakan bahwa alam cita-cita itu adalah yang merupakan kenyataan sebenarnya. Adapun alam nyata yang menempati ruang ini hanya berupa bayangan saja dari alam ide.

Aristoteles memberikan sifat kerohanian dengan ajarannya yang menggambarkan alam ide sebagai suatu tenaga yang berada dalam benda-benda dan menjalankan pengaruhnya dari benda itu. Sebenarnya dapat dikatakan bahwa paham idealisme sepanjang masa tidak pernah hilang sama sekali. Di masa abad pertengahan malahan satu-satunya pendapat yang disepakati oleh semua ahli pikir adalah dasar idealisme ini.

Bagi penganut Idealisme Objective seperti Plato, ide-ide merupakan esensi yang keberadaannya bebas dari pendirian. Sedangkan bagi penganut Idealisme Subjectiveseperti George Barkeley, bahwa manusia hanya dapat mengetahui dengan apa yang ia persepsi. Karena itu, pengetahuan manusia hanyalah merupakan keadaan dari pikirannya atau idenya. Adapun setiap rangsangan yang diterima oleh pikiran hakikatnya diturunkan atau bersumber dari Tuhan, Tuhan adalah Spirit Yang Tak Terbatas (Callahan and Clark, 1983).

Kehidupan manusia diatur oleh kewajiban-kewajiban moral yang diturunkan dari pendapat tentang kenyataan atau metafisika.Sedangkan para filsuf Idealisme sepakat bahwa nilai-nilai bersifatabadi. Menurut penganut Idealisme Theistik nilai-nilai abadi berada pada Tuhan. Baik dan jahat, indah dan jelek diketahui setingkat dengan ide baik dan ide indah konsisten dengan baik dan indah yang absolut dalam Tuhan. Penganut Idealisme Pantheistikmengidentikan Tuhan dengan alam. Nilai-nilai adalah absolut dan tidak berubah (abadi), sebab nilai-nilai merupakan bagian dari aturan-aturan yang sudah ditentukan alam (Callahan and Clark, 1983). Sebab itu dapat Anda simpulkan bahwa manusia diperintah oleh nilai-nilai moral imperatif dan abadi yang bersumber dari Realitas Yang Absolut.

Daftar Pusaka

Noor, M., (Ed.), (1987), Filsafat dan Teori Pendidikan: Jilid I Filsafat Pendidikan, Sub
Koordinator Mata kuliah filsafat dan Teori Pendidikan, Fakultas Ilmu Pendidikan,
IKIP Bandung.
Syaripudin, T. dan Kurniasih, (2008), Pengantar Filsafat Pendidikan, Bandung, Percikan Ilmu.
Syam, M. N., (1984), Filsafat Pendidikan dan Dasar Filsafat Pendidikan Pancasila,

Usaha Nasional, Surabaya.