
Rabu, 31 Desember 2014
Senin, 15 Desember 2014
Puisi: Perjalanan Anak Bangsa
Perjalanan Anak Bangsa
Karya:
Isyaheni Nurmaya
Aku berjalan antara
melangkah dan tidak
Aku berpikir antara
irasional dan rasional
Mengapa bangsa ku
begitu miskin
Miskin akhlak, miskin
moral, miskin kepercayaan, dan miskin miskin
Dahulu negeri ku terkenal
ramah-tamahnya
Mengapa kini terjadi
teror dimana-mana
Musyarawah, mufakat
hilang ditelan zaman
Oleh angkuhnya
orang-orang yang mengaku modern
Dahulu negeri ku
terkenal kaya raya
Hasil bumi, sawah,
ladang nan hijau
Luas terbentang dari
Sabang sampai Merauke
Nama mu Zamrud
Khatulistiwa
Tapi kini bencana yang
ada
Banjir, tanah longsor,
gempa bumi, tsunami
Oh sungguh mengerikan
Ini ulah manusia juga
Jumat, 05 Desember 2014
Pemikiran Ronggowarsito sebagai Filsuf
Pemikiran Ronggowarsito sebagai Filsuf
Memang Ranggawarsito dalam
karya-karyanya tidak secara langsung atau secara spesifik membahas filsafat sejarah seperti
filsuf-filsuf Barat atau filsuf filsuf lainnya,
tetapi jika dicermati lebih lanjut karya-karyanya seperti Serat Paramayoga, Serat Pustakaraja Purwa, Serat
Sabda Jati,Serat Sabdatama, Serat Jaka Lodhang, Serat Wedharaga, atau Serat
Kalatida, di sana tampak begitu kentalnya muatan filsafat sejarah Ronggowarsito.
Seperti halnya pujangga Jawa lainnya, dalam menulis tentang sejarah Ronggowarsito
banyak menulis mengenai sejarah
raja-raja atau orang-orang besar. Mungkin Ronggowarsito termasuk dalam golongan
yang berpendapat bahwa sejarah adalah sejarah raja- raj a.
Selain itu Ronggowarsito juga
banyak menuliskan ramalan-ramalan sejarah atau jangka, seperti
pujangga dan raja yang terkenal dengan ramalan atau jangkanya yaitu Jayabaya. Memang kebanyakan
pujangga Jawa dalam menulis sejarahnya biasanya mereka juga membuat prediksi, mereka
memang melihat sejarah bukan semata-mata
melihat masa lalu saja, tetapi juga melihat jauh ke masa depan. Dan hal itu sejalan dengan pendapat
modern yang mengatakan bahwa
masa lalu yang kita pelajari melalui sejarah, akan bermakna jika berguna atau
bermanfaat bagi masa depan.
Dari sana banyak kalangan yang
kemudian juga menggolongkan Ronggowarsito sebagai seorang futurolog, dan filsafat
sejarahnya pun bisa juga digolongkan sebagai filsafat sejarah spekulatif. Bahkan
menurut riwayat sebagaimana telah dibahas
di atas, Ronggowarsito bisa memprediksi saat atau waktu kematiannya sendiri, yang ia tuangkan dalam karyanya Sabda
Jati yang ditulisnya delapan hari sebelum kematiannya. Dan bait
terakhir Sabda Jati yang berisi tentang ramalan kematiaannya sendiri tersebut, adalah sebagai
berikut:
pandulune ki Pudjangga dereng kemput, mulur lir benang
tinarik, nanging
kaserang ing umur, andungkup kasidan djati, mulih
sedjatining enggon. Amung kurang wolung
ari kang kadulu, emating pati patitis, wus katon neng lohilmahpul, angumpul ing madya ari, amarengi
ri Buda Pon.
Tanggal kaping lima antaraning
luhur, selaning taun Djimakir, Tolu UmaArjang Djagur, Sengara
winduning pati, netepi ngumpul saenggon.
Tjinitra ri Buda kaping wolulikur,
sawal ing taun Djimakir, tjandraningwarsa pinetung, Nembah
Muksa Pudjangga Dji, Ki pudjangga amit layon
Terjemahannya:
Panglihatan sang
pudjangga belum habis, memandjang seperti benang ditarik, tetapi terserang oleh umur, hampir sampailah
kelepasanja jang sedjati (wafat), pulang ketempat
jang sebenarnja.
Hanja kurang delapan
hari jang terlihat, akan nikmatnja pati jang tepat, telah tampak dalam lauhil ma’fuz, perhitungannja
berkumpul ditengah hari, djatuh pada hari Rebo Pon.
Tanggal lima
antaranja waktu dhuhur, bulan ”sela” (Dulka’idah) didalam tahun djimakir, wuku: Tolu, Padewan: Uma, paringkelan : Arjang, Sangawara: Djagur, windu sangara itulah saat
meninggalnja, perhitunganperhitungan itu terkumpul mendjadi
satu.
Tertulis hari Rebo
tanggal duapuluh delapan, sawal tahun Djimakir, angka tahunja terhitung,
Bersembah-pamit mati pujangga Radja (sangkalan jang bermaksud: tahun 1802 Djawa), ki pudjangga pamit mati ”.
Dan sesuai yang diramalkannya
Ronggowarsito meninggal delapan hari kemudian, tepatnya pada tanggal 24
Desember 1873 dalam usia 71 tahun. Tetapi seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya, ada juga yang berpendapat bahwa ia mengetahui hari kematiannya karena
dihukum mati disebabkan permusuhannya dengan raja yang berkuasa dan
pemerintahan Belanda.
Kemampuan memprediksi seperti itu
memang harus dimiliki seorang pujangga seperti Ronggowarsito, karena sebagai pujangga
ia tidak hanya bertugas sebagai seorang penulis tetapi ia juga harus memiliki
kemampuan dan otoritas menangani persoalan-persoalan dunia spiritual, para
pujanggapun kadangkala juga
disebut sebagai nujum istana. Dalam ekspresi aslinya, pujangga
seperti Ronggowarsito juga harus
memiliki kemampuan sambegana, kecerdasan dan daya ingat kuat, sertanawangkrida,
kemampuan menangkap dan memahami tanda-tanda
alam ataupun zaman yang tidak diketahui oleh orang awam.
Dalam pemikiran Ronggowarsito terlihat sekali begitu
kentalnya unsur sinkretisme antara ajaran Islam dan ajaran Hindu-Budha. Hal itu
bisa kita lihat pada karya-karya
mistik atau tasawufnya seperti Serat Wirid Hidayat Jati atau karya sejarahnya seperti Paramayoga.
Maka dalam penulisan sejarahnya kita juga akan banyak menemui mitos-mitos pewayangan, dewa-dewa Hindu, juga kepercayaan Jawa lainnya yang bercampur dengan
sejarah manusia menurut ajaran
Islam. Untuk lebih jelasnya mengenai filsafat sejarah Ronggowarsito saya akan
menjabarkannya dengan mengacu pada beberapa karya utamanya.
Sumber: http://ciparimakmuncilacap.blogspot.com/2014/03/unsur-unsur-filsafat-sejarah-dalam.html
Langganan:
Postingan (Atom)